Pages

Monday, November 5, 2012

Tentang Sebuah Takdir

Assalamu'alaykum.... :)

Kemarin nggak sengaja membongkar-bongkar diary beberapa waktu lalu nih,, dan menemukan sebuah potongan kisah yang sedikit touchy bagi saya.. hehe...

Sepotong tulisan yang saya tulis dalam kondisi yang lumayan *kalut* pada saat itu, menurut saya... 
Tapi alhamdulillah masa-masa itu sudah terlewati.. :")


Dan sekarang saya ingin membaginya.. Smoga bermanfaat. :)
=====================================
2012, January 30

Hey, kenapa kau masih menangis?

Kenapa tak kau ukir lagi senyum indahmu?
Sudahlah,, cukup..

Kau tau kan... 

Sesuatu hal itu, sesulit apapun jalannya, sesulit apapun kelihatannya, jika ia memang ditakdirkan untukmu, ia pasti akan menjadi milikmu...


begitu juga sebaliknya..

Jika sesuatu hal itu, semudah apapun jalannya, prosesnya, semudah apapun kelihatannya, jika ia tidak ditakdirkan untukmu, ia pasti tak akan pernah menjadi milikmu..

betapapun kau menginginkan hal itu untuk terjadi...

Ya... memang seperti itulah takdir Allah..

mutlak dan pasti terjadi..
Pasti menimpa semua anak Adam.
Tak bisa dihindari sejengkalpun..

Mungkin kau menganggap takdir itu terkesan tidak adil bagi sebagian orang, 

tapi justru disanalah letak keadilan Allah..

Takdir itu ada untuk menguji mana hambaNya yang beriman dan mana yang tidak..

Takdir juga yang untuk menunjukkan bahwa Allah lah Sang Segala Maha,
bahwa kita hanyalah sebentuk kecil ciptaannya,
yang harus menerima segala apapun takdir yang Ia kehendaki untuk menimpa kita..

Dan lagi, kau sekarang diuji kembali dengan takdir Allah..

Yang bahkan sampai detik ini mungkin masih tidak bisa kau mengerti,
bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi..

Bahwa ternyata, 

bagaimanapun kita menjaga suatu hal, menjaga suatu proses, 
jika memang itu tidak ditakdirkan untuk kita, ya pasti tidak akan terjadi..

Terlepas dari kasus 
bahwa ternyata hal itu diakibatkan oleh sesosok oknum 
yang seharusnya memang bertanggung jawab terhadap hal itu, 
tapi dari sanalah lagi-lagi keadilan Allah dibuktikan..

Bahwa di dunia ini tidak ada lagi yang bisa kita percaya dengan terlalu, 

tidak ada lagi yang bisa menjadi penggantung harapan kita, kecuali Allah semata...

Semurni atau sesuci apapun kelihatannya seseorang tersebut, 

tetap
dia adalah manusia yang dikaruniai khilaf dan hawa nafsu..

Dan lagi-lagi tentang takdir....


Bahwa sesuatu yang menyebabkan trauma itu memang akan membekas dengan lama, 

terlebih jika trauma yang diakibatkan begitu dalam menoreh..

Lucu memang, 

ketika ada salah seorang teman yang kemudian menyatakan ketakutannya padamu,
“Sha, kamu jangan jadi trauma sama yang namanya ikh**n ya..
Tolong ya sha, masih ada kok yang baik-baik, insya Allah..”

Huff... Tenanglah.. semua itu pasti akan berlalu,, biarkanlah saja... Tenangkan dulu dirimu..


Percayalah,,, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNya.. Insya Allah... :""


Sekarang senyum ya... Kamu jelek kalau nangis terus... ;**
=====================================


Hehe... tulisan yang aneh ya...
Nggak tau juga, dari dulu kebiasaan kalau nulis diary itu selalu mengandaikan diri sebagai pihak ketiga, mengandaikan diri sendiri sebagai sebuah sudut orang lain yang berusaha sok menasehati... hoho...

Still recovery in progress. :)
"tak ada yang hilang dari sebuah kenangan, tak ada yang pergi dari hati..." -sebuah kutipan

Saturday, October 27, 2012

Sosis Blunderr

Ceritanya, setelah seharian berurusan sama listrik rumah yang rusak-entah-kenapa, malamnya kami pingin makan sesuatu.. tapi ternyata,,, malam ini sangat sendu,, sesendu isi kulkas di rumah kami .__.


Nah ini si adek yang paling kecil teteup ngga berhenti menjerit-jerit lapar, dan satu-satunya bahan makanan yang bisa dimasak cuma sosis yang ada di freezer atas,, itupun cuma 1 bungkus... haha.. yasudahlah,, sabar ya nak.. #pukpuk

Masak sosis bisa dibilang gampang banget, makanya saya berfikir gimana caranya biar makanan murah simple ini bisa keliatan *rame* dikit... dan voila....

ini ngehiasnya cuma lima menitan... ^__^

wajahnya si adek paling kecil.. ^__^ adek yang satu lagi nggak tau udah ngeloyor ke mana lagi.. --"

Our sweet dinner ditutup dengan pertanyaan si adek kecil,
"Mbak, ini daun-daunannya mau dimakan siapa?"

(super_doh) hahaa ^__^""

Friday, October 26, 2012

Spaghetti Sardine ala Sasha... :D

Heyyhoo,,, kembali lagi dengan edisi ngobrak-abrik dapur masak buat adek-adek.. ^^

Awalnya gegara my little brother yang masih unyu-unyu itu minta dibuatin spaghetti.. Biasanya sih cuma tinggal direbus doang gitu sama pake bumbu instan,, tapi kan saya gaul anti mainstream, jadi nggakmau lah yaa kalo cuma pake bumbu instan gitu.. :3

Here is it...

saya mbuatnya dua piring gedhe lho... dan hasilnya? dalam waktu hanya 10 menit aja, bentukan piringnya udah jadi kayak yang di bawah ini.. ~~


Fyi itu mbikinnya hampir 30 menit sendiri lhoh,, belum lagi nyari bumbu-bumbunya,,, tapi habis bersih hanya dalam waktu 10 menit... padahal yang makan juga cuma dua adek saya yang masih kecil-kecil itu.. :""O

Tapi alhamdulillah ya,, untung pada suka ^^ Penasaran sama resepnya? Nantikan postingannya kapan-kapan yaa kalo inget hehehe, soalnya itu rada ngawur juga kemarin mbuatnya, asal masukin bahan.. ^__^v

#Salam sehat salam semangatt ;D

Ice Cream Chacha ^__^

Here is my special creation for my lovely sister and brother... ^^ hihi #lebay dikit

udah mirip belum sama yang di Chocolate Cafe? ^^
buat 3 piring dong... ^__^

Biasanya yang sering diupload temen-temen yang udah punya suami kan pasti kreasi masakan buat suaminya,,, kalo saya sih berhubung jomblo single jadi ya kerjaannya berkreasi buat adek-adek tersayang hihii ^__^

#because pure ice cream is too mainstream :3

Bythewayy,, buat orangtua tercinta,, baik-baik yaa di sana.. ^^ smoga pulang-pulang jadi haji yang mabrur :"DD aamiin

Tenang aja,, rumah nggak diserang negara api aman terkendali kok ;))

Saturday, October 20, 2012

Car Accident.... x__x

Jadi ceritanya, kemarin sore saya kecelakaan, kawan-kawanss.... sekitar jam setengah 5 sore, di perjalanan pulang ke purworejo..

Singkatnya, cuma mau numpang nyimpen foto,, soalnya mobilnya ini mau kubawa ke jogja lagi buat dibengkelkan.. titip yak, nanti sore saya lanjutkan lagi ceritanya :")




Wednesday, October 17, 2012

Sepotong Dongeng Cinta (1)


Sepotong Dongeng Cinta
Aqeela Khoirunnisa

“Kakek, aku mau dongeng cintamu...”

Embun menetes setelah hujan turun dari tempat peraduan. Seharusnya mentari muncul di balik awan, nyatanya justru senja lah yang datang melukis langit menjadi kemerahan. Aku masuk kamar, gelap, lalu kutengok sejenak jendela, berharap mendapatkan sebersit cahaya dari lampu luar. Ternyata yang kudapat justru sosok kakek yang tengah berdiri memandang keluar jendela. Ah, mungkin kakek sengaja mematikan lampu, aku merasa ia sedang tak ingin diganggu. Pelan pintu ku tutup kembali.
“Masuklah...tiba-tiba suara lemah kakek menahanku. Kulihat ke arah sumber suara, kakek sedang tergolek, dengan berbagai selang oksigen dan infus yang menjeratnya di ranjang. Tak ayal mataku membelalak kaget. Demi Allah, aku tadi melihat kakek berdiri di dekat jendela itu. Benarkah kakek bisa berpindah dalam sekejap?
Kurasakan kakek mengedipkan mata, “kemarilah, tak usah heran begitu..” Padahal kulihat ia sedang terbaring memejamkan mata dengan begitu tenang.
Seminggu setelah kepulanganku dari Yogyakarta, ibu mendadak meneleponku, “kakek harus operasi, sakit jantungnya mulai parah.
Aku memandang suamiku dengan helaan nafas berat, ia rupanya tahu jika telepon ibu itu mengenai kakek. “Pergilah,” ia memegang tanganku lembut, “biar aku yang mengurus Aqeela. Pulanglah ke tempat kakek, sebelum terlambat...
Huff... Enggan sekali rasanya meninggalkan sulung kecilku yang sedang lucu-lucunya itu. Terlebih permintaan ibu untuk pulang lagi ke Padang hanya demi operasi kakek.
Aku memang tak terlalu dekat dengan kakek. Bahkan tak menyukainya. Aku ingat sekali, semasa kecil dulu, adik-adik dan sepupuku sangat suka mendengarkan cerita kakek. Duduk mengelilingi dan bergelendotan manja setiap kakek bercerita tentang burung-burung cahaya yang terbang dari surga membawa batu-batu kebaikan, serigala hutan yang bertaring, ikan paus yang menjadi perantara jalan taubat Nabi Yunus, ataupun tentang Nabi Sulaiman yang bisa mendengarkan percakapan semut dan buaya.
Semua cerita itu bohong, kataku, setiap kakek bertanya kenapa aku tak menyukai ceritanya. Aku lebih suka belajar matematika, atau biologi, atau apapun yang penting selain cerita dari kakek. Bagiku kakek tak lebih dari tukang khayal. Dan khayalan itu penyakit yang gampang menular. Penyakit orang malas, kata nenek. Aku memang tak suka setiap melihat kakek hanya duduk-duduk dikelilingi para adik dan sepupuku—seperti sekumpulan orang malas yang seharian hanya bercanda—sementara nenek di dapur sibuk membuat roti bolu atau kering tempe kesukaanku. Aku lebih suka menemani nenek di dapur, mencicipi remah kue yang ia buat, dan selalu merasa begitu bangga ketika nenek memberikan padaku potongan kue yang lebih besar.
Tapi adik-adik dan sepupuku bilang, kakek punya kue yang jauh lebih lezat dari kue bikinan nenek. Kue itu kue yang dihidangkan ratu Balqis kepada Nabi Sulaiman. Seperti apem, tetapi lembut bagai terbuat dari cokelat. Kue itu tak akan habis bila dimakan. Aku benci mendengar cerita itu. Benar, khayalan memang penyakit menular, dan kupikir pasti mereka sudah tertular khayalan kakek.
Aku ingat setelah kejadian itu, tengah malam, antara tidur dan jaga, entah mimpi entah nyata, aku melihat kakek duduk di sisi ranjangku, sembari makan kue secara perlahan.
“Mau?” ia menawariku. Seolah ada gerak yang mendorong tanganku untuk mengambil kue itu, memakannya. Rasa kue itu jauh lebih enak dari kue buatan Nenek. Seperti apem, tetapi lembut bagai terbuat dari cokelat..
***
Kakek ingin ketemu kamu, kata ibu di telepon. Huh, pasti dek Ifah yang menyuruh. Kakek memang tinggal bersama adik pertamaku itu, dan ia tahu kalau aku pasti mau mendengarkan jika yang menelepon ibu.
“Kenapa kamu tak suka kakek?” dulu, ibu bertanya. Aku kemudian mengambil acak sebuah buku untuk kubaca, berpura-pura sibuk dan mencoba menghiraukan pertanyaan itu.
Suaranya lembut, membuatmu merasa tenteram setiap mendengarkannya bercerita. Ibu ternyata tak menganggap serius kesibukanku membolak-balik buku, ia terus saja menyudutkanku dengan pertanyaannya. Matanya keteduhan yang ingin kau jumpai. Nyaris tak pernah marah. Dan—ini yang menurut adik-adik dan sepupumu paling disukai dari kakek—tak suka cerewet memberi nasehat. Rasanya tak ada alasan untuk tidak menyukainya. Lalu kenapa kamu tak menyukai kakek?
“Entahlah,” itu jawabanku, dulu. Sebuah jawaban yang baru kurenungkan sekarang. Mungkin karena iri? Atau tak mau berbagi? Yang jelas aku membenci kakek yang membagi perhatian pada semua cucunya. Aku selalu ingat pada kejadian dimana suatu kali kakek pulang membawa martabak telur. Kakek membagi rata martabak itu untuk semua cucunya. Ya, sama rata. Dan semua gembira.
Tapi aku segera pergi. Aku ingin kakek seperti nenek! Bila punya kue, aku yang selalu dapat bagian lebih banyak. Dan aku harus mendapatkan itu. Bukankah aku cucu yang tertua? Jadi aku lah yang paling berhak atas semua kasih sayang kakek maupun nenek. Aku senang bila adik dan sepupuku menatap iri bagian kue yang lebih besar milikku, itulah saat-saat paling membahagiakan buatku. Nenek mengerti kebahagiaanku itu. Kakek tidak.
Itulah sebabnya aku tak pernah terlalu suka kakek. Tak pernah bisa merasa dekat.
Tapi kakek ingin sekali ketemu kamu, kata ibu saat menelepon. “Tiga hari di rumah sakit, kakek bersikeras ingin pulang. Rumah sakit hanya membuat kita benar-benar merasa sakit, keluh kakekmu kemarin. Para suster mengatakan kalau kakek adalah pasien paling tak bisa diatur. Tak mau minum obat, dan tak mau disuruh diam. Dia suka sekali mendongeng dan cerita, kata seorang suster. Pernah, malam-malam, kakek memanggil suster jaga, hanya karena ia mau bercerita kalau baru saja ada lima laki-laki menjenguknya.
“Mereka tinggi besar dan bersayap. Mereka memijiti jemari saya, dan bilang saya tak apa-apa. Suster lihat kan tadi mereka masuk ke sini? Lima laki-laki tinggi besar bersayap…,” kata Ibu, mereka-ulang ucapan kakek kepada suster. “Waktu itu suster hanya diam. Karena suster itu memang tak melihat siapa-siapa memasuki kamar ICU. “Mereka memberi saya ini,” kakek memperlihatkan sebutir kurma. Kurma nabi, kata kakek.”
***
Ah, kakek, selalu saja punya kisah yang unik, yang bagiku tetap saja menyebalkan.
Waktu itu Dek Lia mengalami masalah persalinan. Bayinya melintang, kata dokter, dan harus operasi. Lalu kakek muncul, memberinya sebutir kurma. Dek Lia yang sudah terlihat lelah dan pasrah, perlahan tak lagi merasa kesakitan. Kemudian melahirkan dengan lancar.
Pernah pula Tante Ita, yang tinggal di Prambanan, menelepon malam-malam, “kakek barusan datang menjenguk anakku yang sedang demam. Kakek mengusap keningnya, kemudian pergi. Dua jam setelahnya panas Hamam berangsur lenyap. Sampaikan terimakasih tante untuk kakek ya.” Padahal sepanjang malam itu, aku melihat kakek hanya duduk sambil tiduran di kursi goyangnya, beranjak sedikitpun tidak.
Kakek bisa berada di dua tempat sekaligus, kata Nisa. Ia bisa muncul begitu saja saat kita membutuhkan. Lalu sepupuku itu bercerita, betapa pernah suatu kali ia sakit dua hari sebelum ujian kelulusan SMA. Kakek tiba-tiba muncul di kamar kosnya, memberinya segelas air putih, dan ia tertidur. Saya bermimpi berada di tempat yang begitu tenang dan nyaman. Besok paginya saya sudah bugar!
Bahkan ketika aku sudah mulai beranjak remaja pun, adik-adikku masih sering bercerita kalau kakek kerap muncul malam-malam di kamar, memberi mereka eskrim atau cokelat. Eskrim dan cokelat itu, tiba-tiba saja sudah ada di tangan Kakek.
“Sulap! Itu sulap,” kataku.
“Itu mukjizat,” kata mereka, “kakek berbakat jadi nabi.”
Kakek terkekeh ketika mendengar itu. “Jangan pernah punya cita-cita jadi nabi,” katanya. “Tidak enak jadi nabi. Karna belum tentu bisa mempunyai cucu-cucu senakal kalian ini.”

****bersambungg****

Finally,,, Ganti Nama ^_^

Uhuk uhukk,,,, assalamu'alaykum warrahmatullahi wabarokatuh... ^^
Sesuai dengan judulnya,, postingan kali ini adalah tentang ganti nama... hihi..

Sebenarnya wacana ini sudah sering ditanyakan oleh beberapa mbak atau kawan saya, "Sha, kamu nggak berminat pakai nama pena gitu kah?"

Kemudian apa jawab saya dulu?
"Emm,, enggak deh... Lagipula karya-karya tulisanku ini kan niatnya emang buat *dijual*,, enakan pakai nama asli.. Toh besok kalau udah jadi dokter kan pasti pakenya juga nama asli kan, jadi ya sekalian merengkuh 2 pulau lah ya..."

Gitu kawans-kawanss... Lho tapi kenapa lalu sekarang saya akhirnya memutuskan buat mbikin nama pena? Asal muasalnya adalah karena adanya pengumuman ini di grup FLP Wilayah Yogyakarta.... *nunjuk foto dibawah*

Jadi ceritanya FLP Pusat (tempatnya Kang Abik Habiburrahman El Shirazy ituu) akan menerbitkan antologi cerpen dari para anggota FLP dari cabang-cabang juga... Nah jadi dibuatlah semacam lomba begitu,,
(sewaktu saya membaca pengumuman lomba ini ternyata udah H-4 hahaa)..
Tuh tuhh liat kalimat yang saya lingkari merah,,
disitu ditulis kalau yang boleh dicantumkan di dalam cerpen hanya nama pena-nya,, biar njaga subjectivitas..

Dan,,, jreng jreeng,,, setelah bertapa tujuh hari tujuh malam (boong banget),,, akhirnya saya memutuskan nama pena saya adalahh......

**Aqeela Khoirunnisa**

Berasal dari akar bahasa arab Aqeela yang mempunyai arti bijaksana, pintar, mulia dan juga Khoirunnisa yang berarti perempuan, dengan harapan nama pena ini bisa membawa sang empunya nama untuk berkarya sebanyak-banyaknya sebagai perempuan mulia yang bijaksana ^^ aamiin ya Allah...

Untuk menunjukkan keseriusan saya ini (ceileh) akhirnya saya pun menambahkan foto-foto di bawah ini sebagai bukti.... #dunia harus tau
dulu nama dalam kurungnya itu biasanya saya tulis "Sasa",,, sekarang udah ganti deh.... u,u
tulis juga dong di status,,, biar eksiss.... =,=
balada ganti nama,,, sesuatu yang penting pasti slalu saya post di plurk... ^^v

Nah, seperti itulah saudara-saudara... #fiuh
Dan setelah saya fikir-fikir, ternyata namanya bagus yaa.... boleh nggak nama di akte kelahiran diganti ini?
Jadi jangan kaget ya kalau menemukan nama Aqeela ini di tulisan-tulisan geje keren, dapat dipastikan itu saya hahaa xD

Tuesday, September 18, 2012

TEMILNAS 2012 ** our life is an adventure ^__^

Halohaaa,, udah lama nggak carita-cerita nih,, sekalinya cerita langsung heboh :D hehee

Menilik kembali postingan saya beberapa waktu lalu di sini, baruu aja beberapa hari yang lalu TEMILNAS 2012 selesai, dan saya merasa sangat kehilangan sekali.... :'( #bahasanya nggak baku, hhi

Oya, sebelumnya, mungkin ada yang nggak tau temilnas itu apa.. Temilnas itu adalah pertemuan ilmiah nasional mahasiswa kedokteran Indonesia, dan merupakan program rutin tahunan bapin-ismki yang diselenggarakan dengan sistem tender. Beberapa universitas yang pernah menjadi tuan rumah yaitu Fakultas Kedokteran Udayana Bali (2007), Fakultas Kedokteran Sumatera Utara (2008), Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta (2009), Fakultas Kedokteran Jenderal Achmad Yani Cimahu (2010), Fakultas Kedokteran Andalas Padang (2011).
Hari pertama TEMILNAS 2012
::13 September 2012::
Welcome Party-nya meriah euy,,
dibuka dengan upacara pembukaan dengan tarian yogya,
kemudian sambutan-sambutan dari beberapa ketua antara lain ketua BEM, BAPIN, Sekjen ISMKI, Bupati Bantul, Gubernur DIY, dan lain lain..
Ditutup dengan hiburan, dinner, dan agenda BAPIN.

Oiya, hari pertama cukup menyenangkan.. Dapat banyak kenalan baru,, dan merasa beruntung dapat teman sekamar dari UNHAS dan UNSRI, jadi bisa belajar banyak kebudayaan khas dari Makassar dan Palembang ^^

Hari kedua TEMILNAS, selesai pengumuman dan presentasi, Mas Putra (Bandung) tanya,
"Sa, kamu tadi bawa mobil kan?"
"Iya, kenapa?"
"Kamu antar kita jalan-jalan keliling jogja dong, sekalian nyari oleh-oleh, kita kemarin nyasar waktu pergi naik taksi"
"Hmmmm...." #masih menimbang-nimbang, belum memberi jawaban

Beberapa menit kemudian, ada telpon dari Mbak Dinta (Palembang),
"Sasaaa,, tolong antar kita jalan-jalan dong,, kita bingung nih LO-nya lagi sibuk,, kita lapeer Sa..."

Fiuew --" Yasudahlah. haha. Sepertinya memang sedang ditakdirkan untuk menjadi supir..
Awalnya niatnya cuma mau nyari makan aja,, sama palingan ya ke malioboro gitu,, tapi pada minta ke pantai, jadinya ya saya minta ada yang nyupirin... hehee, belum berani kalau nyupir jauh-jauh..

Ini wajah-wajah kecapean setelah menempuh jarak 50an km dan nggak berhasil mencapai Pantai Siung karna udah kemalaman *__*
masih cakep-cakep ya wajahnya,, hahaa...

next destination
Kita berhenti di pom bensin karna mas Raga nyariin kamar mandi (ciee...)
dan karna ke pantainya nggak jadi, akhirnya kita foto-foto di sini aja.. ^^"

Masih di pom bensin...
Waktu mau pulang Mas Ega (atau Mas Agus ya?) kepingin foto di rumah samping pom bensin (katanya sih rumahnya kedaerahan gituu..)
Ini kita fotonya sampai dilihatin sama ibu-ibu pengajian yang kebetulan mampir lho, mungkin baru kali ini ya mereka lihat ada orang foto-foto heboh di depan pom bensin... --" haha

Hari ketiga setelah seharian seminar,,,
kita memutuskan untuk main lagi... --" hahaa
Perjuangan dapat ijinnya euy,,, sampe lari kejar-kejaran sama panitia..
Tapi akhirnya diijinkan juga sama panitia, karna kita punya alasan kuat :
1. delegasi dari palembang ahad pagi udah pulang, dan masih pada kepingin jalan-jalan di jogja for the last time
2. delegasi dari padang juga ahad pagi pulang, dan dia belum cari oleh-oleh
3. saya sebagai delegasi dari jogja mau nggak mau harus menemani mereka karena saya yang tau jalan (bener-bener korban penculikan, hha --")
Nah, kemarin sempet jadi masalah karna delegasi dari bandung itu pulangnya baru senin, jadi mereka nggak diijinkan sama panitia.. Tapi entah gimana caranya, Mas Putra kan jago banget diplomasi, ujung-ujungnya dibolehin juga sama panitia..
Dengan syarat nggak boleh telat datang ke Closing Ceremony habis maghrib..
Ijin didapatkan, langsung cuuuss ke Raminten dan sekitarnya... ^___^
Akhir kata,,, its time to say good bye... :")
Selesai Closing Ceremony kita main lagi ke Kopi Joss, cuma bentar banget tapi,,
minum kopi doang sekalian mainan Truth or Dare ^__^"

Oh ya,, hampir lupa... Sewaktu rapat besar pada hari kedua TEMILNAS, beberapa universitas mengajukan presentasi untuk mendapatkan tender sebagai tuan rumah TEMILNAS tahun depan,, dan pemenangnya adalaah.... UNPAD.. Jadi,, selamat bertemu di TEMILNAS 2013 di Bandung, insya Allah... :D

TEMILNAS 2012,,, JOGJA ISTIMEWA... ^__^

Thursday, September 13, 2012

PUISI-- Bagaimana Bila Aku Rindu?


Ada yang rindu...
Ia membisikkannya melalui sarana imaji
Melayangkan segenap prihatin akan jawaban yang terdiam,
membeku

Kesekian kali menanyakan
Ia rindu, katanya

Begitukah adanya tatapan mata yang menipu?
Tersenyum,
lantang menyirat ketiadaan
Sementara asa yang nyata adalah harapan

Beginikah yang menjadikan keengganan serupa permintaan
akan jawaban berbalut rindu?

Seperti ombak yang menghempas karang
Rindu tebal yang ganas
Tak habis tercurahkan sampai runtuhnya perkasamu

Seperti pena yang berdebu
Dan kertas yang menguning

Untuk yang merindu di ujung waktu...
Hanya ini pengobat rindumu padaku
Nikmatilah,
selama jemariku masih anggun merangkai kata untukmu
Tersenyumlah,
selama menikmati tiap huruf atas namamu...


Sebab yang menjawab rindumu pada tulisanku
bukan hanya Mu pada Ku
Karna rindu itu
juga Ku kepada Mu...
--Annisa Fitriani

#baca selengkapnya di cerpen "Bagaimana Bila Aku Rindu?" ;
Buku Kumcer Pintu Hati dan Pintu Langit :)

Wednesday, September 12, 2012

CERPEN-- Secangkir Kopi Terakhir (2)

Secangkir Kopi Terakhir
Annisa Fitriani

“Kenapa kau sangat suka kopi?”

“Aku menyukai kopi, seperti aku menyukai kupu-kupu,” aku berkata, setelah mengawang panjang. “Warna kopi selalu mengingatkanku pada warna kupu-kupu, bahkan warna langit malam. Dan warna itu pula yang selalu mengingatkanku kepadamu.”

“Kenapa?”

“Karena di dalam matamu seperti hidup ribuan bintang malam. Aku selalu membayangkan ribuan bintang itu berhamburan keluar dari matamu setiap kau merindukanku.”

“Tapi aku tak pernah merindukanmu,” katamu sambil tersenyum.

“Bohong..”

“Aku tak pernah membohongimu. Kamu yang selalu membohongiku.”

Aku memandang nanar. Seolah tak yakin apa yang ku dengar salah atau benar. Bohong bagiku adalah dusta yang direncanakan. Sementara apa yang ku lakukan dulu adalah pilihan. Dan pilihan hanyalah satu logika yang terpaksa harus diseragamkan. Oleh banyak orang. Olehku..

“Tidak. Aku tidak bohong.”

“Semakin kau bilang kalau kau tidak bohong, semakin aku tahu kalau kamu berbohong.”

Aku tak menjawab, bergegas menghabiskan french fries ku. Rakus dan gugup. Begitulah selalu, bila aku merasa bersalah karena telah membohonginya. Seolah mengalihkan topik bicara dapat menyembunyikan kebohonganku. Tapi aku tak bohong kalau aku bilang mencintainya. Aku hanya selalu merasa gugup setiap kali nada suaranya terdengar mulai mendesakku. Karena aku tahu, pada akhirnya, setelah percakapan dan kebersamaan, dia pasti akan bertanya:
“Apakah kau akan menikahiku?”

Aku menyukai Raisa. Tapi, sungguh, aku tak pernah yakin apakah aku menyukai pernikahan. Kemudian aku akan berteka-teki, ”Apa persamaan kopi dengan kupu-kupu?”

Dia menggeleng.

“Keduanya akan selalu mengingatkanku padamu. Bila kau mati dan menjelma jadi kupu-kupu, aku akan menyimpanmu dalam toples kecil. Kau akan terlihat anggun dan menawan. Tapi kita tak akan pernah tahu bukan, siapa di antara kita yang akan menjadi kunang-kunang lebih dulu? Kita tak akan pernah bisa menduga takdir. Kita bisa meminta secangkir kopi, tetapi kita tak pernah bisa meminta takdir.”

Seperti aku tak pernah meminta perpisahan yang getir..

Hening lama.

“Aku mencintaimu,” ia memecah sunyi, “tapi rasanya aku tak mungkin bahagia bila menikah denganmu..”

***

Hidup pada akhirnya memang pilihan masing-masing. Kesunyian masing-masing. Sama seperti kematian. Semua akan mati karena itulah hukuman yang sejak lahir sudah manusia emban. Tapi manusia tetap bisa memilih cara untuk mati. Dengan cara wajar ataupun bunuh diri. Dengan usia atau cinta. Dengan kalah atau menang?

Pada saat aku tau, bahwa pada akhirnya perempuan yang paling ku cintai itu benar-benar menikah—bukan dengan diriku—pada saat itulah aku menyadari aku tak menang, dan perlahan-lahan berubah menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang mengembara dari kesepian yang satu ke kesepian yang lain. Kupu-kupu yang setiap malam berkitaran di kaca jendela kamar tidurnya. Pada saat itulah aku berharap, dia tergeragap bangun, memandang ke arah jendela, dan mendapati seekor kupu-kupu yang bersikeras menerobos kaca jendela. Dia pasti tahu, betapa kupu-kupu itu slalu-dan-masih ingin hinggap di pundaknya. Sementara suaminya tertidur pulas di sampingnya.

***

“Aku mencintaimu,” ia memecah sunyi, “tapi rasanya aku tak mungkin bahagia bila menikah denganmu..”

“Aku memilih menikah dengannya, karena aku tahu, hidup akan menjadi lebih mudah dan baik daripada aku menikah denganmu.”

Aku melengos ke arah lain, mulai membenci pembicaraan ini.

“Dia laki-laki yang baik, dari keluarga baik-baik. Dia melamar dengan cara baik-baik pula. Bahkan –kau tau?— dari dia juga, aku menyadari bahwa cara yang kita jalani selama ini salah. Kita merasa benar dengan semua pertemuan ini, dengan semua khayal dan candaan selama ini. Tanpa kita sadar bahwa Yang Menciptakan tak pernah merestui cara ini.”

Aku semakin jengah, masih tak mau menolehkan kepala untuk memandangnya.

“Kau juga, menikahlah.. Temukanlah seorang wanita baik-baik, dan menikahlah dengannya. Lamar dia dengan cara baik-baik, jaga kesucian dan kehormatannya baik-baik, aku yakin pasti kau tak akan lagi memandang pernikahan sebagai sesuatu yang buruk. Ingatlah usiamu yang semakin bertambah.. Jika sampai tahun depan kau belum juga menikah, aku yang akan mencarikan calonnya untukmu.

Itulah yang diucapkannya dulu, di kafe ini, saat kami terakhir bertemu.

“Jangan hubungi aku lagi, Raisa. Pergilah.”

***

Dan kini, seperti malam-malam kemarin, aku ada di kafe kenangan ini. Kafe yang berharum khas. Kafe yang mengantarkanku pada sebuah percakapan ringan yang menyenangkan. Kafe yang selalu membuatku meneguk kenangan dan kupu-kupu dalam kopi.

Ini cangkir kopi ketiga, desahku, seakan itu kenangan terakhir yang bakal kureguk. Hidup, barangkali, memang seperti secangkir kopi dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi benarkah ini memang gelas terakhir, jika aku sebenarnya tau masih bisa ada cangkir keempat dan kelima?

Ini cangkir kopi keenam!
Dan aku masih menunggu.

====to be continue====
Baca selengkapnya di Buku Kumcer "Pintu Hati dan Pintu Langit" (dalam proses editing)
:)

Monday, September 3, 2012

Audisi Kepenulisan “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)”

by Putri An-Nissa Nailhatul Izzah on Monday, August 27, 2012 at 5:20pm ·
AssalamuAlaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Ikutilah!
Audisi Kepenulisan “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)”
Dalam rangka memberikan motivasi untuk menulis dan pembukaan grup FB "The Miracle of Writing” maka kami mengadakan audisi ini kepada siapapun yang ingin ikut serta dalam event ini. Yang memiliki kisah-kisah unik, namun juga dapat memberi inspirasi yang baik. Tunggu apa lagi! :D

Ketentuan :
1.     CERPEN dengan tema INSPIRATIF. Panjang tulisan 3-5 halaman, spasi 1,5, kertas A4, jenis huruf TNR ukuran 12, margin 3 cm atau 1,18 inci semua sisi.
2.      Tulis biodata narasi di bagian akhir naskah maksimal 100 kata.
3.      Peserta Audisi wajib bergabung di group “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)” dan meng-Add akun facebook Putri An-Nissa Nailhatul Izzah serta Penerbit Soega.
4.      Tema Tulisan “Bebas” boleh fiksi atau non fiksi, lebih mengedepankan kisah yang inspiratif dan membangun.
5.      Karya masih orisinil dan belum pernah dipublikasikan atau diikutkan Audisi/Lomba di tempat lain.
6.      Setiap peserta hanya boleh mengirim 1 tulisan terbaiknya.
7.      20 tulisan terbaik akan dibukukan di penerbit indie soega publishing.
8.      Tulisan yang dikirim harap sudah sesuai EYD.
9.      Sebarkan informasi ini di note FB, tag minimal 20 teman termasuk Putri An-Nissa Nailhatul Izzah atau bisa juga memposting event ini di Blog kamu.
10.  Tulisan dikirim dalam bentuk LAMPIRAN FILE ( Attach File ) ke email : yusniaagussaputri@ymail.com , dengan Subject: Judul Tulisan – Nama Akun FB penulis.
Di mulai sejak tanggal 27 Agustus 2012 – 25 September 2012 pukul 17.00.
11.  Update peserta dan pengumuman bisa di lihat di group atau di dinding facebook Putri An-Nissa Nailhatul Izzah
12.  3 penulis terbaik masing-masing akan mendapat 1 eksemplar bukti terbit, dan untuk kontributor akan mendapatkan discount khusus.
13.  Hal-hal yang kurang jelas atau belum dipahami dapat diajukan langsung ke group. Atau melalui koordinator.
14.  Koordinator : Putri An-Nissa Nailhatul Izzah

Sedikit mengutip kalimat mbak Afifah Afra :D
“Tentu kita semua ingin terkubur dengan jejak sejarah yang tak tertinggal, bukan? Jadi, mengapa tak segera menghasilkan karya tulis?”
So, tunggu apa lagi!
Buruan kirim naskah atau tulisan terbaikmu. Yang bisa menggugah hati pembaca.

Salam TMOW Lovers!

Penyelenggara : Putri An-Nissa Nailhatul Izzah.

CERPEN-- Secangkir Kopi Terakhir (1)


Secangkir Kopi Terakhir
Annisa Fitriani

Di kafe itu, aku meneguk kenangan. Ini cangkir kopi ketiga, desahku, seakan itu kenangan terakhir yang bakal kureguk.

Hidup, barangkali, memang seperti secangkir kopi dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir.

Tapi, benarkah ini memang cangkir terakhir, jika aku sebenarnya tau masih bisa ada cangkir keempat dan kelima? Itulah yang menggelisahkanku, karena aku tau segalanya tak lagi sama. Tak akan pernah lagi sama, seperti ketika aku mengenalnya pertama kali dulu.

Ya, dulu, ketika kami masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda. Saat itu aku yakin, aku tak mungkin bisa bahagia tanpa dia..

“Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku….” kata-kata itu kini terasa lebih sendu dari lagu yang dilantunkan penyanyi. I just called to say I love you..

Haha.. Aku tertawa dalam pilu. Mengapa bukan sendu lagu itu yang ku katakan dulu? Ketika segala kemungkinan masih berpintu?
  
Seharusnya saat itu aku tak membiarkan Raisa pergi. Seharusnya aku tak membiarkannya bergegas meninggalkan kafe ini dengan kejengkelan, yang akhirnya tak pernah membuatnya kembali..

Waktu memang bisa mengubah dunia, tetapi waktu tak bisa mengubah perasaanku. Itulah yang membuatku selalu kembali ke kafe ini. Kafe yang sesungguhnya telah banyak berubah. Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi, segalanya masih terasa sama dalam kenanganku.

Ya, selalu ke kafe ini aku kembali. Untuk cangkir kopi ketiga yang bisa menjadi keempat dan kelima. Seperti malam-malam kemarin, barangkali cangkir kopi ini pun hanya akan menjadi cangkir kopi yang sia-sia..

***

“Besok kita ketemu ya, di kafe kita dulu...” Suara yang selalu memenuhi mimpiku mendadak terdengar lagi sore itu.

Aku tak percaya bahwa dia akhirnya meneleponku.

“Kok diam?” suara merdu itu menyapa lagi.

Aku termangu, “bagaimana dengan suamimu?”

“Bisa kita bertemu?” suara itu menanya lagi, tak menggubris pertanyaanku.

Aku berpikir sejenak sebelum menyanggupi, “Ya, bisa..”

“Tunggu aku,” ia terdengar berharap, beberapa detik sebelum pembicaraan telepon terputus. “Meski aku tak yakin kau masih mau menemuiku..”

Cklek. Tut.. Tut..

Sambungan terputus, meninggalkan aku yang kini tergugu menatap cermin.

Menemui? Apakah arti kata ini baginya? Yang sangat sederhana, menemui adalah berjumpa. Tapi untuk apa?  Hanya untuk sebuah kenangan, atau adakah yang masih berharga dari potongan-potongan masa lalu itu? Masa yang harusnya mereka jangkau dulu. Dulu, ketika mereka masih mengenakan seragam putih abu-abu. 

***

"Aku selalu membayangkan, bila nanti kita mati, kita akan menjelma menjadi sepasang kupu-kupu.”

Kau tersenyum, kemudian menyandarkan badan ke bangku, “Tapi aku tak mau mati dulu..”

“Kalau begitu, biar aku yang mati lebih dulu. Dan aku akan menjadi kupu-kupu, yang setiap malam mendatangi rumahmu….”

“Hahaha,” kau tertawa renyah. “Lalu apa yang akan kamu lakukan bila telah menjadi kupu-kupu?”

“Aku akan menghampirimu di halaman depan rumahmu, kemudian hinggap di pundakmu. Bukankah kau paling suka dengan langit malam?” Aku meneguk kopiku. “Kalau begitu aku yang akan menemanimu menghabiskan langit itu. Kurasa halamanmu merupakan tempat yang paling tepat, kita bisa melihat langit tanpa terhalang bangunan-bangunan tinggi. Dan berani bertaruh, tetanggamu pun pasti tak akan ada yang protes dengan kelakuan kita. Yah, selama kita tak menyalakan mercon di lengangnya malam, apalagi di depan rumah mereka.”

Kau tertawa lagi, barangkali menertawakan khayalan konyolku yang kesekian tentang menjadi kupu-kupu. Tapi aku tak pernah keberatan, kau tau itu, aku yakin kau tak pernah menganggapku konyol dengan semua ide itu.

***

Andai saja kau tau, Raisa,, aku selalu membayangkan itu.. Sampai detik ini pun aku masih terus membayangkannya. Itulah yang membuatku masih betah menunggumu kini meski cangkir ketiga telah tandas. Selalu terasa menyenangkan membayangkan kau tiba-tiba muncul di pintu kafe, membuatku selalu betah menunggu meski penyanyi itu telah terdengar membosankan menyanyikan lagu-lagu yang ku pesan.

Aku hendak melambai pada pelayan kafe, ingin kembali memesan secangkir kopi, ketika kulihat seekor kupu-kupu terbang melayang memasuki kafe. Kemudian kupu-kupu itu beterbangan di sekitar panggung. Di sekitar kafe yang hingar bingar namun terasa murung. Murung menapak geliat lidah pada tiap jeda tubuhnya. Lagi. Di sini. Menjadi nanti.

Adakah kupu-kupu itu pertanda? Adakah kupu-kupu itu hanya belaka imajinasiku? Penyanyi terus menyanyi dengan suara yang bagai muncul dari kehampaan. Dan kafe yang hingar ini makin terasa murung.

Cangkir kopiku sudah tak berbuih. Hanya hitam yang diam. Tak seperti kupu-kupu yang kini sedang beterbangan itu, yang meski hitam namun tak usah dipertanyakan tentang anggunnya. Hitam di cangkir ini mati. Sementara hitam di luar kopiku gemerlapan. Hidup. Aku jadi teringat pada percakapan kita dulu, dua hari sebelum kau memilih hidupmu sendiri, percakapan tentang kopi dan kupu-kupu.

====to be continue====
Buku Kumcer "Pintu Hati dan Pintu Langit" (dalam proses editing)