Pages

Tuesday, September 18, 2012

TEMILNAS 2012 ** our life is an adventure ^__^

Halohaaa,, udah lama nggak carita-cerita nih,, sekalinya cerita langsung heboh :D hehee

Menilik kembali postingan saya beberapa waktu lalu di sini, baruu aja beberapa hari yang lalu TEMILNAS 2012 selesai, dan saya merasa sangat kehilangan sekali.... :'( #bahasanya nggak baku, hhi

Oya, sebelumnya, mungkin ada yang nggak tau temilnas itu apa.. Temilnas itu adalah pertemuan ilmiah nasional mahasiswa kedokteran Indonesia, dan merupakan program rutin tahunan bapin-ismki yang diselenggarakan dengan sistem tender. Beberapa universitas yang pernah menjadi tuan rumah yaitu Fakultas Kedokteran Udayana Bali (2007), Fakultas Kedokteran Sumatera Utara (2008), Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta (2009), Fakultas Kedokteran Jenderal Achmad Yani Cimahu (2010), Fakultas Kedokteran Andalas Padang (2011).
Hari pertama TEMILNAS 2012
::13 September 2012::
Welcome Party-nya meriah euy,,
dibuka dengan upacara pembukaan dengan tarian yogya,
kemudian sambutan-sambutan dari beberapa ketua antara lain ketua BEM, BAPIN, Sekjen ISMKI, Bupati Bantul, Gubernur DIY, dan lain lain..
Ditutup dengan hiburan, dinner, dan agenda BAPIN.

Oiya, hari pertama cukup menyenangkan.. Dapat banyak kenalan baru,, dan merasa beruntung dapat teman sekamar dari UNHAS dan UNSRI, jadi bisa belajar banyak kebudayaan khas dari Makassar dan Palembang ^^

Hari kedua TEMILNAS, selesai pengumuman dan presentasi, Mas Putra (Bandung) tanya,
"Sa, kamu tadi bawa mobil kan?"
"Iya, kenapa?"
"Kamu antar kita jalan-jalan keliling jogja dong, sekalian nyari oleh-oleh, kita kemarin nyasar waktu pergi naik taksi"
"Hmmmm...." #masih menimbang-nimbang, belum memberi jawaban

Beberapa menit kemudian, ada telpon dari Mbak Dinta (Palembang),
"Sasaaa,, tolong antar kita jalan-jalan dong,, kita bingung nih LO-nya lagi sibuk,, kita lapeer Sa..."

Fiuew --" Yasudahlah. haha. Sepertinya memang sedang ditakdirkan untuk menjadi supir..
Awalnya niatnya cuma mau nyari makan aja,, sama palingan ya ke malioboro gitu,, tapi pada minta ke pantai, jadinya ya saya minta ada yang nyupirin... hehee, belum berani kalau nyupir jauh-jauh..

Ini wajah-wajah kecapean setelah menempuh jarak 50an km dan nggak berhasil mencapai Pantai Siung karna udah kemalaman *__*
masih cakep-cakep ya wajahnya,, hahaa...

next destination
Kita berhenti di pom bensin karna mas Raga nyariin kamar mandi (ciee...)
dan karna ke pantainya nggak jadi, akhirnya kita foto-foto di sini aja.. ^^"

Masih di pom bensin...
Waktu mau pulang Mas Ega (atau Mas Agus ya?) kepingin foto di rumah samping pom bensin (katanya sih rumahnya kedaerahan gituu..)
Ini kita fotonya sampai dilihatin sama ibu-ibu pengajian yang kebetulan mampir lho, mungkin baru kali ini ya mereka lihat ada orang foto-foto heboh di depan pom bensin... --" haha

Hari ketiga setelah seharian seminar,,,
kita memutuskan untuk main lagi... --" hahaa
Perjuangan dapat ijinnya euy,,, sampe lari kejar-kejaran sama panitia..
Tapi akhirnya diijinkan juga sama panitia, karna kita punya alasan kuat :
1. delegasi dari palembang ahad pagi udah pulang, dan masih pada kepingin jalan-jalan di jogja for the last time
2. delegasi dari padang juga ahad pagi pulang, dan dia belum cari oleh-oleh
3. saya sebagai delegasi dari jogja mau nggak mau harus menemani mereka karena saya yang tau jalan (bener-bener korban penculikan, hha --")
Nah, kemarin sempet jadi masalah karna delegasi dari bandung itu pulangnya baru senin, jadi mereka nggak diijinkan sama panitia.. Tapi entah gimana caranya, Mas Putra kan jago banget diplomasi, ujung-ujungnya dibolehin juga sama panitia..
Dengan syarat nggak boleh telat datang ke Closing Ceremony habis maghrib..
Ijin didapatkan, langsung cuuuss ke Raminten dan sekitarnya... ^___^
Akhir kata,,, its time to say good bye... :")
Selesai Closing Ceremony kita main lagi ke Kopi Joss, cuma bentar banget tapi,,
minum kopi doang sekalian mainan Truth or Dare ^__^"

Oh ya,, hampir lupa... Sewaktu rapat besar pada hari kedua TEMILNAS, beberapa universitas mengajukan presentasi untuk mendapatkan tender sebagai tuan rumah TEMILNAS tahun depan,, dan pemenangnya adalaah.... UNPAD.. Jadi,, selamat bertemu di TEMILNAS 2013 di Bandung, insya Allah... :D

TEMILNAS 2012,,, JOGJA ISTIMEWA... ^__^

Thursday, September 13, 2012

PUISI-- Bagaimana Bila Aku Rindu?


Ada yang rindu...
Ia membisikkannya melalui sarana imaji
Melayangkan segenap prihatin akan jawaban yang terdiam,
membeku

Kesekian kali menanyakan
Ia rindu, katanya

Begitukah adanya tatapan mata yang menipu?
Tersenyum,
lantang menyirat ketiadaan
Sementara asa yang nyata adalah harapan

Beginikah yang menjadikan keengganan serupa permintaan
akan jawaban berbalut rindu?

Seperti ombak yang menghempas karang
Rindu tebal yang ganas
Tak habis tercurahkan sampai runtuhnya perkasamu

Seperti pena yang berdebu
Dan kertas yang menguning

Untuk yang merindu di ujung waktu...
Hanya ini pengobat rindumu padaku
Nikmatilah,
selama jemariku masih anggun merangkai kata untukmu
Tersenyumlah,
selama menikmati tiap huruf atas namamu...


Sebab yang menjawab rindumu pada tulisanku
bukan hanya Mu pada Ku
Karna rindu itu
juga Ku kepada Mu...
--Annisa Fitriani

#baca selengkapnya di cerpen "Bagaimana Bila Aku Rindu?" ;
Buku Kumcer Pintu Hati dan Pintu Langit :)

Wednesday, September 12, 2012

CERPEN-- Secangkir Kopi Terakhir (2)

Secangkir Kopi Terakhir
Annisa Fitriani

“Kenapa kau sangat suka kopi?”

“Aku menyukai kopi, seperti aku menyukai kupu-kupu,” aku berkata, setelah mengawang panjang. “Warna kopi selalu mengingatkanku pada warna kupu-kupu, bahkan warna langit malam. Dan warna itu pula yang selalu mengingatkanku kepadamu.”

“Kenapa?”

“Karena di dalam matamu seperti hidup ribuan bintang malam. Aku selalu membayangkan ribuan bintang itu berhamburan keluar dari matamu setiap kau merindukanku.”

“Tapi aku tak pernah merindukanmu,” katamu sambil tersenyum.

“Bohong..”

“Aku tak pernah membohongimu. Kamu yang selalu membohongiku.”

Aku memandang nanar. Seolah tak yakin apa yang ku dengar salah atau benar. Bohong bagiku adalah dusta yang direncanakan. Sementara apa yang ku lakukan dulu adalah pilihan. Dan pilihan hanyalah satu logika yang terpaksa harus diseragamkan. Oleh banyak orang. Olehku..

“Tidak. Aku tidak bohong.”

“Semakin kau bilang kalau kau tidak bohong, semakin aku tahu kalau kamu berbohong.”

Aku tak menjawab, bergegas menghabiskan french fries ku. Rakus dan gugup. Begitulah selalu, bila aku merasa bersalah karena telah membohonginya. Seolah mengalihkan topik bicara dapat menyembunyikan kebohonganku. Tapi aku tak bohong kalau aku bilang mencintainya. Aku hanya selalu merasa gugup setiap kali nada suaranya terdengar mulai mendesakku. Karena aku tahu, pada akhirnya, setelah percakapan dan kebersamaan, dia pasti akan bertanya:
“Apakah kau akan menikahiku?”

Aku menyukai Raisa. Tapi, sungguh, aku tak pernah yakin apakah aku menyukai pernikahan. Kemudian aku akan berteka-teki, ”Apa persamaan kopi dengan kupu-kupu?”

Dia menggeleng.

“Keduanya akan selalu mengingatkanku padamu. Bila kau mati dan menjelma jadi kupu-kupu, aku akan menyimpanmu dalam toples kecil. Kau akan terlihat anggun dan menawan. Tapi kita tak akan pernah tahu bukan, siapa di antara kita yang akan menjadi kunang-kunang lebih dulu? Kita tak akan pernah bisa menduga takdir. Kita bisa meminta secangkir kopi, tetapi kita tak pernah bisa meminta takdir.”

Seperti aku tak pernah meminta perpisahan yang getir..

Hening lama.

“Aku mencintaimu,” ia memecah sunyi, “tapi rasanya aku tak mungkin bahagia bila menikah denganmu..”

***

Hidup pada akhirnya memang pilihan masing-masing. Kesunyian masing-masing. Sama seperti kematian. Semua akan mati karena itulah hukuman yang sejak lahir sudah manusia emban. Tapi manusia tetap bisa memilih cara untuk mati. Dengan cara wajar ataupun bunuh diri. Dengan usia atau cinta. Dengan kalah atau menang?

Pada saat aku tau, bahwa pada akhirnya perempuan yang paling ku cintai itu benar-benar menikah—bukan dengan diriku—pada saat itulah aku menyadari aku tak menang, dan perlahan-lahan berubah menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu yang mengembara dari kesepian yang satu ke kesepian yang lain. Kupu-kupu yang setiap malam berkitaran di kaca jendela kamar tidurnya. Pada saat itulah aku berharap, dia tergeragap bangun, memandang ke arah jendela, dan mendapati seekor kupu-kupu yang bersikeras menerobos kaca jendela. Dia pasti tahu, betapa kupu-kupu itu slalu-dan-masih ingin hinggap di pundaknya. Sementara suaminya tertidur pulas di sampingnya.

***

“Aku mencintaimu,” ia memecah sunyi, “tapi rasanya aku tak mungkin bahagia bila menikah denganmu..”

“Aku memilih menikah dengannya, karena aku tahu, hidup akan menjadi lebih mudah dan baik daripada aku menikah denganmu.”

Aku melengos ke arah lain, mulai membenci pembicaraan ini.

“Dia laki-laki yang baik, dari keluarga baik-baik. Dia melamar dengan cara baik-baik pula. Bahkan –kau tau?— dari dia juga, aku menyadari bahwa cara yang kita jalani selama ini salah. Kita merasa benar dengan semua pertemuan ini, dengan semua khayal dan candaan selama ini. Tanpa kita sadar bahwa Yang Menciptakan tak pernah merestui cara ini.”

Aku semakin jengah, masih tak mau menolehkan kepala untuk memandangnya.

“Kau juga, menikahlah.. Temukanlah seorang wanita baik-baik, dan menikahlah dengannya. Lamar dia dengan cara baik-baik, jaga kesucian dan kehormatannya baik-baik, aku yakin pasti kau tak akan lagi memandang pernikahan sebagai sesuatu yang buruk. Ingatlah usiamu yang semakin bertambah.. Jika sampai tahun depan kau belum juga menikah, aku yang akan mencarikan calonnya untukmu.

Itulah yang diucapkannya dulu, di kafe ini, saat kami terakhir bertemu.

“Jangan hubungi aku lagi, Raisa. Pergilah.”

***

Dan kini, seperti malam-malam kemarin, aku ada di kafe kenangan ini. Kafe yang berharum khas. Kafe yang mengantarkanku pada sebuah percakapan ringan yang menyenangkan. Kafe yang selalu membuatku meneguk kenangan dan kupu-kupu dalam kopi.

Ini cangkir kopi ketiga, desahku, seakan itu kenangan terakhir yang bakal kureguk. Hidup, barangkali, memang seperti secangkir kopi dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi benarkah ini memang gelas terakhir, jika aku sebenarnya tau masih bisa ada cangkir keempat dan kelima?

Ini cangkir kopi keenam!
Dan aku masih menunggu.

====to be continue====
Baca selengkapnya di Buku Kumcer "Pintu Hati dan Pintu Langit" (dalam proses editing)
:)

Monday, September 3, 2012

Audisi Kepenulisan “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)”

by Putri An-Nissa Nailhatul Izzah on Monday, August 27, 2012 at 5:20pm ·
AssalamuAlaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Ikutilah!
Audisi Kepenulisan “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)”
Dalam rangka memberikan motivasi untuk menulis dan pembukaan grup FB "The Miracle of Writing” maka kami mengadakan audisi ini kepada siapapun yang ingin ikut serta dalam event ini. Yang memiliki kisah-kisah unik, namun juga dapat memberi inspirasi yang baik. Tunggu apa lagi! :D

Ketentuan :
1.     CERPEN dengan tema INSPIRATIF. Panjang tulisan 3-5 halaman, spasi 1,5, kertas A4, jenis huruf TNR ukuran 12, margin 3 cm atau 1,18 inci semua sisi.
2.      Tulis biodata narasi di bagian akhir naskah maksimal 100 kata.
3.      Peserta Audisi wajib bergabung di group “The Miracle Of Writing (Budayakan Dunia Tulis Menulis)” dan meng-Add akun facebook Putri An-Nissa Nailhatul Izzah serta Penerbit Soega.
4.      Tema Tulisan “Bebas” boleh fiksi atau non fiksi, lebih mengedepankan kisah yang inspiratif dan membangun.
5.      Karya masih orisinil dan belum pernah dipublikasikan atau diikutkan Audisi/Lomba di tempat lain.
6.      Setiap peserta hanya boleh mengirim 1 tulisan terbaiknya.
7.      20 tulisan terbaik akan dibukukan di penerbit indie soega publishing.
8.      Tulisan yang dikirim harap sudah sesuai EYD.
9.      Sebarkan informasi ini di note FB, tag minimal 20 teman termasuk Putri An-Nissa Nailhatul Izzah atau bisa juga memposting event ini di Blog kamu.
10.  Tulisan dikirim dalam bentuk LAMPIRAN FILE ( Attach File ) ke email : yusniaagussaputri@ymail.com , dengan Subject: Judul Tulisan – Nama Akun FB penulis.
Di mulai sejak tanggal 27 Agustus 2012 – 25 September 2012 pukul 17.00.
11.  Update peserta dan pengumuman bisa di lihat di group atau di dinding facebook Putri An-Nissa Nailhatul Izzah
12.  3 penulis terbaik masing-masing akan mendapat 1 eksemplar bukti terbit, dan untuk kontributor akan mendapatkan discount khusus.
13.  Hal-hal yang kurang jelas atau belum dipahami dapat diajukan langsung ke group. Atau melalui koordinator.
14.  Koordinator : Putri An-Nissa Nailhatul Izzah

Sedikit mengutip kalimat mbak Afifah Afra :D
“Tentu kita semua ingin terkubur dengan jejak sejarah yang tak tertinggal, bukan? Jadi, mengapa tak segera menghasilkan karya tulis?”
So, tunggu apa lagi!
Buruan kirim naskah atau tulisan terbaikmu. Yang bisa menggugah hati pembaca.

Salam TMOW Lovers!

Penyelenggara : Putri An-Nissa Nailhatul Izzah.

CERPEN-- Secangkir Kopi Terakhir (1)


Secangkir Kopi Terakhir
Annisa Fitriani

Di kafe itu, aku meneguk kenangan. Ini cangkir kopi ketiga, desahku, seakan itu kenangan terakhir yang bakal kureguk.

Hidup, barangkali, memang seperti secangkir kopi dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir.

Tapi, benarkah ini memang cangkir terakhir, jika aku sebenarnya tau masih bisa ada cangkir keempat dan kelima? Itulah yang menggelisahkanku, karena aku tau segalanya tak lagi sama. Tak akan pernah lagi sama, seperti ketika aku mengenalnya pertama kali dulu.

Ya, dulu, ketika kami masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda. Saat itu aku yakin, aku tak mungkin bisa bahagia tanpa dia..

“Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku….” kata-kata itu kini terasa lebih sendu dari lagu yang dilantunkan penyanyi. I just called to say I love you..

Haha.. Aku tertawa dalam pilu. Mengapa bukan sendu lagu itu yang ku katakan dulu? Ketika segala kemungkinan masih berpintu?
  
Seharusnya saat itu aku tak membiarkan Raisa pergi. Seharusnya aku tak membiarkannya bergegas meninggalkan kafe ini dengan kejengkelan, yang akhirnya tak pernah membuatnya kembali..

Waktu memang bisa mengubah dunia, tetapi waktu tak bisa mengubah perasaanku. Itulah yang membuatku selalu kembali ke kafe ini. Kafe yang sesungguhnya telah banyak berubah. Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi, segalanya masih terasa sama dalam kenanganku.

Ya, selalu ke kafe ini aku kembali. Untuk cangkir kopi ketiga yang bisa menjadi keempat dan kelima. Seperti malam-malam kemarin, barangkali cangkir kopi ini pun hanya akan menjadi cangkir kopi yang sia-sia..

***

“Besok kita ketemu ya, di kafe kita dulu...” Suara yang selalu memenuhi mimpiku mendadak terdengar lagi sore itu.

Aku tak percaya bahwa dia akhirnya meneleponku.

“Kok diam?” suara merdu itu menyapa lagi.

Aku termangu, “bagaimana dengan suamimu?”

“Bisa kita bertemu?” suara itu menanya lagi, tak menggubris pertanyaanku.

Aku berpikir sejenak sebelum menyanggupi, “Ya, bisa..”

“Tunggu aku,” ia terdengar berharap, beberapa detik sebelum pembicaraan telepon terputus. “Meski aku tak yakin kau masih mau menemuiku..”

Cklek. Tut.. Tut..

Sambungan terputus, meninggalkan aku yang kini tergugu menatap cermin.

Menemui? Apakah arti kata ini baginya? Yang sangat sederhana, menemui adalah berjumpa. Tapi untuk apa?  Hanya untuk sebuah kenangan, atau adakah yang masih berharga dari potongan-potongan masa lalu itu? Masa yang harusnya mereka jangkau dulu. Dulu, ketika mereka masih mengenakan seragam putih abu-abu. 

***

"Aku selalu membayangkan, bila nanti kita mati, kita akan menjelma menjadi sepasang kupu-kupu.”

Kau tersenyum, kemudian menyandarkan badan ke bangku, “Tapi aku tak mau mati dulu..”

“Kalau begitu, biar aku yang mati lebih dulu. Dan aku akan menjadi kupu-kupu, yang setiap malam mendatangi rumahmu….”

“Hahaha,” kau tertawa renyah. “Lalu apa yang akan kamu lakukan bila telah menjadi kupu-kupu?”

“Aku akan menghampirimu di halaman depan rumahmu, kemudian hinggap di pundakmu. Bukankah kau paling suka dengan langit malam?” Aku meneguk kopiku. “Kalau begitu aku yang akan menemanimu menghabiskan langit itu. Kurasa halamanmu merupakan tempat yang paling tepat, kita bisa melihat langit tanpa terhalang bangunan-bangunan tinggi. Dan berani bertaruh, tetanggamu pun pasti tak akan ada yang protes dengan kelakuan kita. Yah, selama kita tak menyalakan mercon di lengangnya malam, apalagi di depan rumah mereka.”

Kau tertawa lagi, barangkali menertawakan khayalan konyolku yang kesekian tentang menjadi kupu-kupu. Tapi aku tak pernah keberatan, kau tau itu, aku yakin kau tak pernah menganggapku konyol dengan semua ide itu.

***

Andai saja kau tau, Raisa,, aku selalu membayangkan itu.. Sampai detik ini pun aku masih terus membayangkannya. Itulah yang membuatku masih betah menunggumu kini meski cangkir ketiga telah tandas. Selalu terasa menyenangkan membayangkan kau tiba-tiba muncul di pintu kafe, membuatku selalu betah menunggu meski penyanyi itu telah terdengar membosankan menyanyikan lagu-lagu yang ku pesan.

Aku hendak melambai pada pelayan kafe, ingin kembali memesan secangkir kopi, ketika kulihat seekor kupu-kupu terbang melayang memasuki kafe. Kemudian kupu-kupu itu beterbangan di sekitar panggung. Di sekitar kafe yang hingar bingar namun terasa murung. Murung menapak geliat lidah pada tiap jeda tubuhnya. Lagi. Di sini. Menjadi nanti.

Adakah kupu-kupu itu pertanda? Adakah kupu-kupu itu hanya belaka imajinasiku? Penyanyi terus menyanyi dengan suara yang bagai muncul dari kehampaan. Dan kafe yang hingar ini makin terasa murung.

Cangkir kopiku sudah tak berbuih. Hanya hitam yang diam. Tak seperti kupu-kupu yang kini sedang beterbangan itu, yang meski hitam namun tak usah dipertanyakan tentang anggunnya. Hitam di cangkir ini mati. Sementara hitam di luar kopiku gemerlapan. Hidup. Aku jadi teringat pada percakapan kita dulu, dua hari sebelum kau memilih hidupmu sendiri, percakapan tentang kopi dan kupu-kupu.

====to be continue====
Buku Kumcer "Pintu Hati dan Pintu Langit" (dalam proses editing)