Pages

Showing posts with label da'wah. Show all posts
Showing posts with label da'wah. Show all posts

Friday, March 7, 2014

Jabat Tangan Non-Mahram = Etika Profesionalisme??

bismillaahirrahmaanirrahiim..

Alhamdulillah... bisa diberi kesempatan untuk mengisi blog ini lagi... :")
Nggak nyangka ternyata saya bisa nganggurin ini blog selama satu bulan penuh...
huhu.. maapkeun daku ya blogku.... #tepuktepuklaptop

Kebetulan saya ingin berbagi cerita ke teman-teman semua... semoga bisa diambil pelajarannya.. :)

Belum lama ini (maksudnya sih masih beberapa jam yang lalu), kelas saya lagi-lagi kedatangan dokter tamu dari Jerman. dan lagi-lagi dari Univ Munchen. dan lagi-lagi dari bidang cardiovaskuler.

Kuliah umum berlangsung seperti biasanya ya, walaupun perbedaannya tentu saja kelihatan karena ada dokter obsgin yang menjadi MC kuliah, lalu dokter lain menjadi operator, dan dokter-dokter lain (yang merupakan murid sang prof tamu ini) berderet duduk di bangku paling depan. mendadak merasa udah jadi dokter beneran, karena kuliah bareng mereka yang sudah berstatus dokter.

Seselesainya kuliah dan tanya jawab, dan sang prof hendak meninggalkan ruang kelas, salah seorang dokter (murid sang prof itu) memanggil saya ke depan dan memaksa saya untuk berkenalan dengan prof tersebut. Perbincangan dilanjutkan di luar ruangan, dokter yang memanggil saya tadi (yang merupakan pendiri lembaga ilmiah yang ada di fakultas saya) memperkenalkan saya ke beliau sebagai ketua yang sekarang menjabat, dan uborampe karya-karya saya yang lainnya.

Sampai di bagian ini saya tidak ada masalah sebenarnya..

Tapi yang nggak saya sangka, ketika prof tadi justru antusias sekali, dan kemudian tersenyum lebar dan menanyakan nama lengkap saya, sembari menjulurkan tangannya.

Dan saya..... kaget.... o_o
Detik itu juga saya refleks langsung melangkah mundur, dan menangkupkan kedua tangan di depan.
Saya lupa. Saking seringnya berada di kawasan yang mayoritass muslim, saya lupa dengan kebiasaan ataupun penyikapan terhadap orang di luar.

Melihat saya yang mundur dan bersikap seperti itu, tampaknya jadi membuat sang prof tersebut (dan juga dokter-dokter yang menjadi murid beliau itu) menjadi kaget.

Dan mendadak suasana hening seperti di film-film slow motion.... 
~_~

Saat suasana sedikit ternetralisir, prof tersebut akhirnya bertanya (kurang lebih), "Anda tidak mau berjabat tangan dengan saya??"
Saya sedikit gelagapan menjawab, "Errr, maaf, saya tidak mau, Prof."
Sang prof berdecak lagi, "Tidak mau atau tidak boleh?"
Saya malah bingung, "Emmm... Tidak mau,, dan tidak boleh, Prof. Tidak dibolehkan oleh Allah."
Sang prof tertawa kecil, lalu bertanya ke dokter yang tadi mengajak saya, "Ini, ini aliran apa ini?"

Jdeeerr.... speechless saya... T----T

Untungnya sang dokter menjawab, "ya aliran Islam, Prof." walaupun sang dokter juga menjawab dengan kelihatan bingung dan dengan wajah datar.
Sang prof tersenyum sebentar (atau sinis?) ke saya, dan bilang, "Saya pelajari dulu ya tulisan-tulisan anda. Nanti kita bisa janjian lagi."
Daaan sang prof pergi. menghilang. whuussssh. makcliing. meninggalkan saya yang masih nggak tau saya harus merespon dan menjawab bagaimana. ~___~

Rasanya..... seperti sudah diangkat ke langit ke tujuh lalu dihempaskan ke bumi. -.-.-.-.-.-""

Belum hilang speechless saya, mendadak seorang dokter menawarkan sebuah waktu untuk janjian dan berdiskusi, dengan prof tersebut juga. Masalahnya, dokter tersebut juga laki-laki. =_=
Dan saya terdiam lagi. Kemudian mengutarakan segepok alasan.

Hingga akhirnya sang dokter berkata, "kamu boleh ajak temenmu, atau siapa lagi, kalau memang yang kamu khawatirkan adalah khalwat. Nanti tempat dan waktu bisa dikomunikasikan lagi. Ini semua kan juga demi masa depan."

Dan kemudian sang dokter memasang wajah super datar dan segera menyusul sang prof yang pergi entah kemana....
.
.
.
Bingung ya? Sama.... Seperti ingin berteriak, apaa salah sayaaa.... ~_~
Dulu, waktu SMA, mungkin pernah ada yang tau tentang cerita saya...
Yang ketika saya akan berangkat untuk lomba penelitian di Russia, dan beberapa bulan menjalani pembinaan di Bandung...
Waktu itu kasusnya juga hampir serupa ya...
Mengenai jabat tangan.

Pembicara di pembinaan ketika itu mengajak saya berjabat tangan, dan saya menolak dengan keras.
Dan dibalas, "berjabat tangan itu salah satu bentuk profesionalitasan anda. Anda kalau mau go internasional, apalagi ketika sudah sampai di Russia besok, mau tidak mau harus bersikap profesional. Nggak bisa kalau masih membawa-bawa ajaran lama yang terlalu membatasi itu."

Respon saya dalam hati dan dengan gaya gaulnya anak SMA, "hellooo... Rasulullah itu profesional kok, tapi buktinya beliau nggak sembarangan aja menjadikan hal itu sebagai alasan untuk jabat sana jabat sini. Rasulullah itu sukses kok dalam skala setara internasional, tapi toh beliau nggak kemudian melonggarkan batasan-batasan Allah dalam nama profesionalitas."

Respon saya dalam tutur kata penuh formalitas, "maaf, tapi ini idealisme saya. sudah aturan di agama saya."

Dan seperti kejadian sore tadi, hal yang terjadi kemudian ya hening.
hening. hening everywhere.

Memang ya, ribet banget kayaknya. Padahal sebenernya jawabannya simpel lho..
Dari hadits Ma’qil bin Yasar radhyiallahu ‘anhu :

لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. 
(HR. Ar-Ruyany dalam Musnadnya no.1282, Ath-Thobrany 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 4544 dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 226)

Jadi sebenernya jabat tangan itu boleh atau enggak....?
Boleeeh koookk.... tapi ya itu..... nanti kepalanya ditusuuk pake jarum besi.....

Dan dari banyaak riwayat, disebutkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam bersabda :

إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ
yang artinya : “Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita”.

(HR. Malik no. 1775, Ahmad 6/357, Ishaq Ibnu Rahaway dalam Musnadnya 4/90, ‘Abdurrozzaq no. 9826, Ath-Thoyalisy no. 1621, Ibnu Majah no. 2874, An-Nasa`i 7/149, Ad-Daraquthny 4/146-147, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 4553, Al-Baihaqy 8/148, Ath-Thobary dalam Tafsirnya 28/79, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad wal Matsany no. 3340-3341, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot 8/5-6, Ath-Thobarany 24/no. 470,472,473 dan Al-Khollal dalam As-Sunnah no. 45. Dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bary 12/204, dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 529 dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain. Dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Asma` binti Yazid diriwayatkan oleh Ahmad 6/454,479, Ishaq Ibnu Rahawaih 4/182-183, Ath-Thobarany 24/no. 417,456,459 dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 12/244. Dan di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Syahr bin Hausyab dan ia lemah dari sisi hafalannya namun bagus dipakai sebagai pendukung.)

Kurang apa tuh sanadnya....

Dari sebuah sumber juga,, Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan:
“Diperbolehkan berjabat tangan antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan wanita terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah.

*betewe saya sih masih merasa muda yaa... >__

Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ :
“Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, “Tidak boleh!”. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: “Bagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu Abdillah pun mengatakan : “Tidak boleh!”. Laki-laki yang lain ikut bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah menjawab: “jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah mengapa”.

Dari nukilan-nukilan di atas, kelihatan kan kalau berjabat tangan langsung dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara kemaksiatan yang telah tersebaar luas banget di kalangan masyarakat. Dan hal ini termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang.

Tambahan ya dari mahdzab Asy-Syafi'i...
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’:
“Sahabat kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian."

Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim:
“Hal ini menunjukkan bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakit”.

Dan saya rasa jabat tangan itu bukan sesuatu hal yang termasuk darurat ya. Kita nggak akan meninggal kok walaupun sang presiden nggak megang tangan kita. Nggak usah takut dengan orang-orang yang mengatasnamakan profesionalisme dan berada di atas itu, toh cuma di dunia kan. Tenang saja, selama ada Allah (dan juga suami :3) rezeki itu sudah ada bagiannya masing-masing. ^_^

Jadiii... lalu, jabat tangan itu salah satu bentuk profesionalitas bukan?
Kalau menurut saya sih justru nggak profesional ya. Nggak tau kalau menurut mas Dhani.

sumber : http://imagedbyaqil.wordpress.com/2012/04/21/haramnya-bersalaman-dengan-non-mahram/

Thursday, February 6, 2014

Bagaimana bila aku rindu pada mereka?

Mengutip salah satu puisi dalam buku kedua saya yang judulnya "Pintu Hati Pintu Langit"..
".....
Ada yang rindu...
Ia membisikkannya melalui sarana imaji
Melayangkan segenap prihatin akan jawaban yang terdiam,
membeku

Kesekian kali menanyakan
Ia rindu, katanya

Begitukah adanya tatapan mata yang menipu?
Tersenyum,
lantang menyirat ketiadaan
Sementara asa yang nyata adalah harapan

Beginikah yang menjadikan keengganan serupa permintaan
akan jawaban berbalut rindu?

Seperti ombak yang menghempas karang
Rindu tebal yang ganas
Tak habis tercurahkan sampai runtuhnya perkasamu

Seperti pena yang berdebu
Dan kertas yang menguning
......"
-Annisa Fitriani

Dan sekarang, lagi-lagi saya rindu...
Yang pertama jelas ke suami ya... hehehe... lama banget nggak liat beliau, terpisah jarak dan waktu. Masih setia menanti kabar kapan kepulangan beliau.

Yang berikutnya,, saya tujukan kepada mereka...

Mereka, sahabat-sahabat yang dulu dalam lingkaran yang sama...
Meskipun telah terpisah tempat menimba ilmu,, 
meski terkendala jadwal yang sering sekali bertubrukan,
tapi selalu saja berkumpul dengan mereka terasa seperti *kembali ke rumah*...

Mereka, rekan-rekan yang dulu bersama-sama membangun jalan cinta ini, jalan cinta dakwah..
Dengan sedikit sekali orang yang mau ikut andil bersama mereka,
dengan tak berhenti bekerja walau hasilnya belum terlihat di dunia,
toh yang diutamakan memang hanya istana di syurga Allah..

Mereka, yang waktu dan raga rela saya korbankan untuk bisa berpeluh dan berlelah-lelah bersamanya..
Tak peduli siang terik ataupun malam larut,
tak masalah entah hari kuliah ataupun hari libur,
seakan raga ini tak ada habisnya untuk digunakan beribadah bersama mereka..

Mereka, yang meski kadang terpisah jarak dan waktu, tapi selalu terasa rekat di hati..
Mereka, keluarga dakwah sekolahku....

Ingat sekali, dulu, ketika kaki ini sedang sedikit tertatih di jalanNya,
air mata jatuh sesenggukan,
seorang mbak berkata,

"ya.... memang seperti ini.... memang kita tidak seperti mereka, yang bersinar dengan hingar bingar kemewahan kampus... yang berdiri di depan dan memimpin pasukan elit di gerakannya.. yang bisa berjalan dengan kepala yang tertegak dan membusungnya dada, karna setiap langkah kakinya menjadi percontohan untuk diikuti.. yang slalu mendapatkan tepuk tangan serta pujian untuk berbagai aksi dan kesibukan yang dilakukan...
tapi mereka tak seperti kita... yang bisa terselamatkan dengan sifat qonaah karna tak perlu berebut hingar bingar kekuasaan... yang terjaga dari kesombongan hati karna setiap yang kita lakukan akan selalu terorientasi kepada Allah, karna kita tak punya kepentingan dunia yang merusak jalan kerja kita.. yang memang akan selalu ada di balik layar, namun akan menjadi orang yang tersenyum paling indah ketika bibit-bibit yang diperjuangkan mulai terlihat pesonanya..."

Dan saya dulu hanya bisa menangis... kalimat beliau praktis menjadi pengingat dan penguat ketika diri ini jatuh ke titik yang lebih bawah.

Saya sangat mencintai mereka,, apakah mereka juga?
Saya sangat rindu dengan mereka,,, begitu jugakah dengan mereka?

Seandainya boleh memilih, dan saya memang sudah pernah memilih,
tak pernah ada sedikitpun bayangan jika saya harus berpisah dengan mereka..

Bahkan dulu pernah berkata kepada murobbi bahwa saya lebih baik tetap disana daripada lahan dakwah manapun yang selainnya.

Tapi yang namanya takdir Allah, bukankah Ia yang memilihkan, dan bukannya kita?

Sekali lagi,,, ketika sudah seperti ini,,,, apa yang harus saya lakukan bila saya ingin kembali?
bagaimana....bila... saya... rindu....?

Ah, jangankan saya, Rasulullah saja rindu kok.....
“Mereka adalah umatku kelak, yang mana mereka belum pernah melihat wajahku, belum pernah bertemu denganku, belum pernah berbincang-bincang denganku, tetapi mereka sangat merindukanku dengan tulus, ikhlas dan penuh rasa hormat kepadaku...

mereka adalah orang-orang yang melanjutkan perjuanganku dan tidak jarang pula mereka meneteskan air mata karena menahan rindu yang sangat kepadaku, 
aku rindu kepada mereka dan aku ingin bertemu dengan mereka…”

Kalian, para calon penghuni syurga,
dimanapun berada dan sedang apapun sekarang,
semoga slalu berada dalam lindungan dan cahaya dari Allah.... :"

Karna Tuhan tak pernah tidur, apalagi mendengkur!
semua ini jelas-jelas telah Tuhan ukur
mungkin dengan begini kita kan tahu bersyukur
mungkin dengan ini kita takkan pernah takabur

Karna satu persatu, seiring berjalannya waktu,
kita akan tahu sebenarnya yang Tuhan Mau
Tuhan ingin kita jadi manusia yang tangguh
Tuhan ingin agar kita tak mudah tuk mengeluh,
-Karena Tuhan Tau Kita Mampu-

Walladziina yu’tuuna maa aataw wa quluubuhum
wajilatun annahum
ilaa rabbihim raaji'uun.

ukhibbukum fillah.. lillah..

Sunday, December 29, 2013

Yang Paling Mulia Yang Paling Bercahaya

Di padang mahsyar, manusia berlari-lari mencari 'Abdan Syakuro, Nuh yang penuh syukur..
"Wahai Nuh, berilah syafaat kepada kami.."
Tapi 'Abdan Syakuro berkata, "Bahkan aku pun tidak bisa memohonkan ampun untuk anakku.. pergilah kepada Ibrahim.."

Manusia kemudian berlari-lari lagi, mencari Ibrahim, hamba yang dirahmati.
"Wahai Ibrahim, hamba yang dirahmati.. berilah syafaat kepada kami..".
Ibrahim berkata, "Aku tidak bisa memberikan syafaat kepada kalian, ayahku pun tidak dapat kumohonkan ampunan Allah.. pergilah kepada Musa.."

Pontang-panting manusia-manusia itu berlari mencari Musa, orang yang pernah bicara langsung dengan Rabbnya..
"Musa, wahai Musa.. mohon berikan kami syafaat..kami mohon.."
Musa menggeleng, "Aku sungguh berpikir akan diriku, yang pernah melalukan kesalahan di masa lalu.. pergilah saja kepada Isa putra Maryam.."

Para manusia semakin gontai mencari Isa. Mereka menemukan Isa putra Maryam yang suci. Tapi Isa langsung saja berkata, "Pergilah mencari Muhammad..".

Pada akhir asa mereka mencari Muhammad. Rekomendasi Isa, atas rekomendasi Musa, atas rekomendasi Ibrahim, atas rekomendasi Nuh.. Siapakah Muhammad? seberapa mulia ia?
Manusia menemukan Muhammad, berharap agar mereka memperoleh syafaat surga barang sedikit.
"Yaa Habibi.. Ya Rasulullaah.. berikanlah kami syafaat.. mohon berikanlah kami syafaat..".
Muhammad yang mulia, yang paling bercahaya, namun yang paling rendah hatinya,
"Aku dan nabi-nabi sebelumku..Ibarat sebuah bangunan indah, yang batu batanya belumlah lengkap.. aku ibarat satu batu bata terakhir penyusun temboknya.. kini kuberikan syafaat kepada kalian.."

***
Rasul mencontohkan,,
semakin mulia, mestilah semakin rendah hatinya..
tiada yang bisa disombongkan.. semua cuma titipan. 

*di-re-tell dari cerita ustadz salim a fillah
sumber : http://khansa-khairunisaa.blogspot.com



robbanaa laa tuzigquluubana..
ba'da idz hadaitanaa..
wahablana..
milladunka rahmah.. 
allohumma aamiin.

Tuesday, September 17, 2013

My Another Journey...

bismillaahirrahmaanirrahiim...

Untuk bulan ini hanya berharap satu hal, semoga Allaah selalu dan selau menjaga langkah kaki ini untuk tegar di jalan-Nya...

Beberapa waktu lalu saya pernah membuka bulan ini dengan tulisan di sini, dan saat itu saya memang hanya mengharapkan hal itu, lancarnya skripsi saya..

Meskipun masih ada banyaak sekali target-target saya di tahun ketiga ini, tapi saya berpikirnya hanya itu yang ingin saya lakukan di bulan September ini.

Tapi ternyata Allaah berkehendak lain..

Hanya berselang beberapa hari setelah tulisan itu saya buat, datang sebuah berita gembira :
saya lolos program student exchange nya mahasiswa kedokteran.

Meskipun bercampur aduk antara perasaan senang sedih dan bingung, tapi pada akhirnya saya dan suami memutuskan untuk menanggapi berita itu dengan bahagia.

Dan belum hilang perasaan bahagia itu, selang sehari datang lagi kabar membahagiakan berikutnya :
saya lolos dan keterima menjadi asisten dosen (asdos) di laboratorium IT kampus saya..

Rasanya sangat luar biasa. Berawal dari sebuah keisengan semata, dan juga tanpa harapan yang muluk-muluk (karena yang ikut seleksi juga semuanya pinter-pinter, dan banyak), ternyata saya berhasil menjadi satu dari tiga mahasiswa yang diterima dari angkatan saya..

Sejak itu dimulai lah aktivitas non stop sehari semalam.. Apalagi setelah ternyata judul skripsi saya disetujui oleh dosen pembimbing saya, dan saya dipersilahkan mulai mengerjakan proposalnya.

Yang sebelumnya sudah padat kuliah, sekarang aktivitas di kampus saya dobeli dengan bolak-balik ke lab untuk ngajar adik-adik mahasiswa. Ngajar dari pagi sampai sore,, yang berhasil membuat kaki saya jadi mati rasa pada malam harinya. Belum lagi mengerjakan silabus materi untuk mereka, membuat soal-soal, mengoreksi tugas-tugas mereka, dan juga mengedit materi dosen yang akan dicetak sebagai buletin.. dan juga berusaha mulai segera menyelesaikan proposal skripsi saya.

Walaupun saya lebih ingin fokus ke skripsi saya (saya nggak enak sudah ngeloby dosen duluan padahal sebenarnya belum jatahnya untuk bikin skripsi, jadi saya harus menjaga komitmen saya dengan beliau) tapi justru minggu-minggu ini waktu saya lebih banyak terkuras ke kuliah dan ke agenda saya ngasdos.. dan juga organisasi (ah, ya, sekarang sedang heboh-hebohnya open recruitment dan juga makrab)

Baru saja mau mulai untuk merapikan manajemen waktu, mendadak kemarin mendapat sms dari panitia IMSF kalau karya esai ilmiah saya lolos sebagai sepuluh besar dan saya diundang untuk presentasi di IMSF Undip jum'at pekan ini..

Subhanallahh..... saya saja sampai lupa kapan dan kenapa saya dulu mengirim karya saya itu, kenapa kok ya lolos...

Kesannya kufur nikmat banget ya,, astaghfirullah... Tapi serius, saya sedang ingin sedikit istirahat..

Kalau bukan karena mewakili Rohis Kampus saya dalam IMSF, yang kebetulan diselenggarakan oleh FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran), mungkin saya nggak akan mau berangkat.. Keberangkatannya saja hanya tinggal dua hari lagi, dan dua hari itupun saya full ngasdos dan juga mengedit materi... saya belum prepare sama sekali untuk presentasi... :(

Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Semoga Allaah selalu menjaga langkah kaki kita dalam kebaikan,,
semoga Allaah selalu menjaga niat dan semangat kita di dalam jalan-Nya..
dan semoga setelah ini jangan ada berita membahagiakan yang lain dulu, paling tidak dalam kurun waktu dua minggu ini.. saya ingin sedikit istirahat...

Kalaupun ada berita lain lagi, semoga memang itu yang terbaik untuk saya, dan saya mampu menghadapi berita tersebut,
dan semogaa Allaah menguatkan bahu dan kaki ini untuk terus menopang semuanya...

aamiin... :')

Thursday, August 29, 2013

Kami Rindu Tegaknya Syariat Islam

Ya Allah,

kami memohon kepada-Mu dengan menyebut Nama-Mu Yang Paling Agung

agar Engkau menangkan saudara-saudara kami dan umat Islam di Mesir

atas musuh-musuh mereka, musuh-musuh-Mu,

sebagaimana Engkau menangkan Nabi Musa atas Fir'aun dan bala tentaranya..


Ya Allah,
jadikan kami termasuk orang-orang yang memenuhi janji tatkala berjanji,
termasuk orang-orang yang sabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam pertempuran. Jadikan lah kami termasuk mereka yang benar imannya dan mereka yang bertaqwa..

Ya Allah,

kami pasrahkan padamu Mesir dan ahlinya,

jagalah dari semua makar buruk dan niat busuk,

dan suburkan di sana keadilan dan kebajikan..



Ya Allah,
tolonglah saudara-saudara kami di Mesir atas musuh-musuh Islam,
tolonglah mereka dalam menghadapi semua yang membantu musuh-musuh-Mu dan memusuhi wali-wali-Mu, serta siapapun yang menolak syariat-Mu dan menekan da’wah-Mu..

Ya Allah,
turunkan kepada mereka hukuman-Mu
yang tak kan terhindarkan dari orang-orang yang berbuat jahat..

Ya Allah, Pemilik Tipu Daya yang kokoh,
lenyapkan lah tipu daya dan makar mereka, Ya Allah..
Jangan biarkan satu jalan pun bagi mereka untuk menghinakan seorang pun diantara hamba-hamba-Mu yang beriman


Ya Allah,
menangkan lah kaum muslimin di Mesir melawan thaghut militer,
hancurkan lah kekuatan As-Sisi,
lemparkan rasa takut kepada mereka
sehingga menyerah pada kekuatan orang-orang yg menginginkan tegaknya syariah-Mu..


Ya Allah hancurkanlah orang-orang zhalim yang membantai kaum muslimin di Mesir tanpa hak, karena sesungguhnya mereka telah melampaui batas

Ya Allah,
Engkau tahu jika ini semua HANYA untuk-Mu,
maka tolonglah da'wah kami,
sebarkan fikrah islamiyah kami,
berkahi ukhuwah kami,
jinakkan dan satukan hati kami,
bimbinglah para pemimpin kami,
dukung lah mereka dengan kebenaran di mana pun mereka berada,
dan jadikan kami satu shaf bagaikan bangunan yang tersusun kokoh..

Sungguh, kami rindu dengan tegaknya khilafah,
kami rindu tegaknya syariat islam di negara kami..


Monday, August 26, 2013

Wanita Menikah yang Berkarir -- Sunnah pun Tidak

bismillaahirrahmanirrahiim..

Sebenarnya postingan ini semi-curhat juga.. Berawal dari keseringan saya menjumpai berbagai pertanyaan dari teman-teman mengenai pernikahan; entah itu "gimana rasanya menikah?", "susah nggak nikah?", "dulu gimana kok bisa ketemu sama si mas?", dan kawan-kawan, ada satu pertanyaan yang sedikit menggelitik, "kalo menikah trus nanti gimana kuliahnya? trus nanti karirnya gimana dong?" Terlebih beberapa teman perempuan yang curhat ke saya tentang penundaan mereka menikah ya karena orangtua mereka menyuruh mereka berkarir dulu dan baru menikah kemudian.

"Buat apa sekolah susah-susah, mahal-mahal, kalo ujung-ujungnya justru malah cuma jadi ibu rumah tangga??" -ini termasuk pertanyaan paliing sering yang saya dapat.

Jujur, dari dulu saya juga nggak pernah berpikiran untuk menjadi ibu rumah tangga.. Saya lahir dan besar dalam keluarga dimana ibunda dan bapak saya semuanya bekerja.. Bapak ngantor dari jam 7-sampai siang, dan sorenya wirausahawan (bapak punya perusahaan kecil-kecilan pembangunan perumahan gitu). Sedangkan ibunda saya justru lebih padat lagi, dari jam 7.00 sampai siang jaga poli di rumah sakit daerah, lalu sore sampai malam jaga praktek di rumah sakitnya sendiri.. Pulangnya biasanya jam 22.00 ke atas,, dan itupun jam dua pagi masih sering bangun dan ke rumah sakit lagi untuk operasi..

Saya dan adik-adik saya jaraang sekali bertemu orangtua, tapi ketika ada beberapa jam waktu bersama di rumah, pasti akan termanfaatkan dengan maksimal..

Karena kondisi orangtua yang sama-sama bekerja itu lah, kami sekeluarga sudah biasa membagi tugas merata ke semua anggota keluarga.. Kalau ibu belum pulang, ya kadang bapak yang masak. Nanti siapa yang masak, siapa yang cuci, siapa yang ngunci-ngunci rumah, dan lain lain.

Nah, ketika menikah, saya menemukan potret keluarga yang lain. Keluarga suami saya itu mom-center. Yang bekerja ya cuma abah, sedangkan yang lebih sering di rumah ya ummi..  Berhubung ummi itu full ibu rumah tangga, dan aktivas beliau juga hanya di sosial (jadi ketua GRAPYAK, ngisi pengajian di mana-mana, kegiatan-kegiatan Salimah, dan kawan-kawan) jadi ya memang semua pekerjaan yang di rumah dilakukan ummi..

Di sini bedanya.. Saya waktu awal-awal menikah itu jadi semacam culture shock. Biasanya di rumah saya, semua orang bertanggung jawab sama dirinya sendiri. Apalagi beberapa tahun ini kan saya cuma tinggal sendirian di jogja. Kalau makan ya piringnya dicuci sendiri, kalau pingin makanan lain ya masak sendiri, dan sebagainya. Nah, padahal di keluarga suami itu sistemnya mom-center, ya semua pekerjaan rumah wajib dilakukannya sama si istri. Yang pihak laki-laki itu ya makanan dimasakkan, disiapkan, dicucikan, dan sebagainya. Contoh sederhananya, kalau saya nggak makan ya suami juga nggak mau makan. Repot kan.. ^^"

Nah,, akhirnya kita baru diskusi.. Gimana baiknya untuk ke depannya..

Kalau secara cita-cita, suami dan keluarga suami saya itu sangat mendukung cita-cita saya untuk menjadi dokter spesialis kandungan seperti ibunda saya (berhubung saya kan diwarisi rumah sakitnya itu).. Tapi apa saya akan sesibuk ibunda saya, itu kan pertanyaannya.

Beruntungnya, beberapa waktu lalu, saya dan suami berkesempatan datang di KRPH (Kajian Rutih Pagi Hari @Masjid Mardhiyyah) yang saat itu dibersamai oleh Ustadz Didik Purwodarsono. Tau lah ya, kalau ustadz didik itu kan pasti tentang parenting, hhe. Kebetulan waktu itu juga menyinggung tentang peran suami-istri di dalam keluarga.

Di sana beberapa poin yang saya camkan betul sampai sekarang, salah duanya adalah :
1. Seorang istri yang bekerja itu, sunnah pun TIDAK
2. Seorang anak berhak mendapatkan 3 ibu : ibu kandung, ibu susu, ibu guru

Saat poin pertama tadi dijelaskan, saya tercekat. Iya ya, sunnah aja enggak lho. Di sana ada kemuliaan Allah untuk wanita, katanya. Wanita itu, untuk meraih surga cuma tinggal patuh sama suami, sholat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, dan menjaga kehormatan. Gitu aja. Dan dia akan bebas masuk surga dari pintu manapun. Subhanallah banget kan..

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda :
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
Apabila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menjaga kehormatan dirinya, dan taat kepada suaminya,Maka ia akan masuk syurga dari pintu mana saja yang ia kehendaki..[HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1931]
Kata ustadz, kecuali dalam kondisi dimana istri yang bekerja itu untuk membantu perekonomian keluarga, dimana kalo si istri nggak bekerja maka akan mengganggu stabilitas keluarga..

Tapi, kata ustadz itu juga, kita perlu sadar sama lingkungan masyarakat dimana wanita juga dibutuhkan di dalam profesionalitas terutama untuk yang berhadapan dengan masalah akhwat..

Saya jadi ingat, duluu banget saya juga pernah tanya ke ibunda saya,
"Ibu nggak capek po seharian bekerja? Di luar banyak banget pasiennya, padahal di rumah juga masih harus macem-macem. Kenapa nggak bapak aja yang kerja?"

Jawaban ibu saya,
"Ibu nggak merasa sedang kerja kok. Bagi ibu ini hobi, karna ibu seneng banget kalo bisa menolong pasien. Lagipula, kalau bukan ibu, nanti para perempuan itu masa harus ke dokter kandungan yang laki-laki?"

Fyi aja, dokter kandungan itu pekerjaan yang berat lho, setiap kali ada konferensi bareng dokter-dokter kandungan, bisa dipastikan lebih dari tiga per empatnya adalah laki-laki. Bahkan di purworejo aja, dokter kandungan perempuannya ya cuma ibunda saya ini, yang lainnya laki-laki (kebayang kan ya banyaknya pasien yang datang ke ibunda saya)

Berdasarkan itulah, kemudian diambil keputusan, jadi dokter spesialis kandungan ya nggak apa-apa. Tapi tujuannya untuk aktivitas sosial, alias kita nggak mematok penghasilan dari sana. Sedangkan masalah penghasilan sepenuhnya dihandle sama suami saya, begituu. Setiap orang punya lahan da'wahnya masing-masing kan ya? Dan kami sepakat lahan da'wah saya ya melalui profesi saya itu, tanpa mengorbankan peran ibu rumah tangga sedikitpun.. :)

Btw, untuk poin selanjutnya, insyaaLLoh saya lanjut besok-besok, ini saya keburu ke kampus karna mendadak ada syuro' (padahal libur-libur) *_* btw lagi, saya ke kampus juga karna bosan di rumah nungguin suami pulang kerja, hehe. Masaknya nanti aja waktu udah mau ifthor ^_^

See ya! ;D

[UPDATE] ceritanya udah pulang dari syuro' ini, hehee, lanjut ya..

Kadang, setelah dijelaskan dengan penjelasan di atas itu, masih banyak yang kemudian berkomentar,
"Lalu buat apa sekolah tinggi-tinggi? Buat apa jauh-jauh? Buat apa mahal-mahal?? Kalo cuma jadi ibu rumah tangga aja, percuma dong!"


Hmm… apa benar, ilmu itu jadi nggak bermanfaat? Yuk kita bahas, sekalian sedikit banyak menyinggung poin nomor dua tadi.. ^^
Ini beberapa alasan versi saya, kenapa anak perempuan tetap harus sekolah, walaupun sejak awal sudah berniat untuk nggak kerja kantoran.. Sekali lagi, ini versi SAYA lho ya.. jadi dilarang protes ^.^
1. Ibu/istri rumah tangga yang berpendidikan akan dapat suami yang setara.
Sebuah artikel yang ditulis Susan Patton, seorang alumunus Princeton, sempat diprotes para feminis. Patton bilang kalau saat-saat di kampus Princeton-lah masa-masa emas wanita mencari jodoh, yang kalau bisa sesama mahasiswa Princeton, supaya secara intelektualitas setara. Karena setelah lulus dari Princeton, bakal susah mencari pria setara yang masih available (jomblo kalo istilah kita hehe). Para pria cenderung mencari wanita yang lebih muda & berpendidikan lebih rendah, jadi semakin tua & pintar wanita, semakin susah jodohnya. Ini kata Patton lho..
Artikel ini mungkin terdengar jahat, tapi suka nggak suka banyak kakak kelas perempuan saya yang akhirnya menikah dengan teman kampus, satu angkatan atau senior. Walaupun lebih banyaak lagi yang menikah dengan teman SMA, atau angkatan bawahnya atau atasnya di SMA (contohnya saya ini), tapi hal ini pun dikarenakan lingkungan dan culture yang sudah *sama* sejak di SMA (kultur SMA saya memang cenderung islami banget).
Nah, dengan kata lain, pada akhirnya dengan proses pendidikan inilah para calon ibu ini berhasil mendapatkan pria yang sama pintarnya, karena mereka sama-sama bersekolah, berpendidikan tinggi, dan berpergaulan luas :)
2. Ibu/istri rumah tangga yang berpendidikan akan mampu ‘mengimbangi’ suaminya.
Walaupun tidak bekerja di luar rumah, para ibu/istri ini akan rajin membaca berita, buku, meng-update diri dengan info terbaru, termasuk dengan bagian pekerjaan suaminya. Otak yang selalu terasah dengan kegiatan membaca dan menulis akan tetap tajam, karena sudah terlatih selama proses pendidikan beberapa tahun.
Dari sebuah artikel, seorang sarjana psikolog menulis di skripsinya kalau komunikasi adalah kunci kebahagiaan rumah tangga. Komunikasi di sini bukan hanya ngomongin tentang anak-anak aja lho ya, tapi juga isu-isu terkini seperti Pemilu 2014, krisis ekonomi Eropa, bentrokan di Mesir dan Suriah, harga saham, bencana alam, perusahaan bangkrut, pidato SBY, cerita film, kabar artis, kasus korupsi, pokoknya selain hal-hal domestik. Tentu, para istri yang berpendidikan akan jauh lebih mampu melakukannya dibandingkan dengan istri yang tidak berpendidikan kan? :)
3. Ibu/istri rumah tangga yang berpendidikan akan bersosialisasi dengan luwes dan percaya diri.
Seperti yang kita tau, sekolah nggak hanya menghasilkan technical skills aja, tapi juga interpersonal dan soft skills. Salah satu tugas para ibu/istri adalah menemani suami ke acara-acara kantor, yang otomatis membuat mereka harus bergaul dengan atasan atau bawahan suaminya. Mereka yang berpendidikan tentu akan percaya diri dan yakin dalam berbicara. Mereka punya banyak topik, termasuk bisa bilang, “oh.. saya juga alumnus kampus itu.. wah sempat diajar sama Pak Fulan?”. Ujung-ujungnya akan bikin suami bangga dan tambah sayang sama kita ^^
4. Ibu/istri rumah tangga yang berpendidikan adalah pendidik anak nomor satu.
Kalau yang ini sih nggak perlu diperdebatkan lagi yah.. Ilmu yang dipunyai sang ibu tentu bisa diaplikasikan di rumah tangga. Mulai dari masalah memasak, mengatur uang, berbelanja, mendesain rumah, sampai mendidik anak. Tentu si anak akan bangga kalau ibunya berijazah sarjana, bisa berkarir di luar rumah tapi memilih bersama si anak, daripada kalau ibunya nggak sekolah, jadi ibu rumah tangga karena nggak punya keahlian lain. Si anak pun punya perspektif yang setara untuk ayah-bundanya, sebagai role model yang sama hebatnya, sama pintarnya, sama baiknya. 
Masih banyak alasan lain kenapa anak perempuan harus sekolah. Kadang sedih ya kalau denger komentar yang merendahkan ibu rumah tangga yang berijazah. Padahal, mereka bisa membangun keluarga ya karena bersekolah. Kalau nggak sekolah, mungkin nggak ketemu suaminya, hehehe…
Pesan sponsor :: Jadi,, jangan halangi pendidikan anak perempuan hanya karena mereka ingin jadi ibu rumah tangga, seperti ibunya ya. Untuk para ibu/istri rumah tangga yang ingin sekolah lagi, kenapa tidak? ^^ Tetap semangat! :DD
PS : Kalau mau ada tambahan lagi dari para istri, silahkan lho ;)

Monday, August 19, 2013

Setangkup Rindu dari Mesir --1

Hujan belum reda. 
Seorang gadis muda menatap rinai hujan yang mengalir turun seperti butiran salju. Ia menempelkan jari-jarinya ke kaca jendela di depannya, merasakan permukaannya dengan rintik-rintik kecil yang mulai mengaburkannya. Tetesannya terasa jatuh  satu-satu di jendela kantor. Dingin. Sudah beberapa hari ini kota diguyur hujan, makin lama makin menderas.

“Naya! Kamu ngapain di sana?”

Gadis yang bernama Naya itu menoleh kaget, sejurus kemudian ia tersenyum pada temannya dari balik tempat kerjanya. “Kerjaanmu sudah selesai, Kay? Kenapa belum pulang?”

“Kau nggak lihat kalau aku sedang membereskan barang-barangku untuk pulang?” Temannya tadi tertawa bingung. “Kamu juga segera bersiap lah, Nay. Cepat selesaikan kerjaanmu, sebelum hujannya semakin deras.”

Naya mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. “Kenapa nggak berhenti juga ya?” tanyanya sambil lalu.

“Apanya?” temannya tadi menoleh ke arahnya. “Hujannya? Atau kerjaanmu?”

Naya terkekeh ringan. “Hujannya.”

“Hmm, nggak tahu juga, sedang musimnya mungkin, Nay.” Ia melanjutkan lagi kegiatan beberesnya. “Lagipula kenapa mendadak kamu jadi tertarik dengan urusan hujan ini sih, Nay? Bukannya biasanya kamu nggak suka hujan?”

“Nggak ada apa-apa,” ia mengedikkan bahu. “Cuma heran, kok dari kemarin hujannya nggak berhenti-berhenti. Justru tambah deras saja.” Seperti dalam mimpiku semalam.

“Sedang ada wanita suci menangis mungkin.”

Gadis itu melanjutkan kalimatnya ketika mendapati Naya menatapnya bingung. “Kata ibuku, hujan bisa saja menjadi penanda bahwa ada wanita berhati suci yang sedang menangis. Ketika dia menangis, maka langit juga akan menurunkan airnya. Entahlah, mungkin itu dongeng lama. Jadi ketika hujannya nggak berhenti seperti ini, anggap saja seperti tumpahan tangis perempuan. Entah perempuan mana dan siapa.”

Naya tercekat. Wanita berhati suci yang menangis. Apakah ada hubungannya dengan mimpinya semalam?

“Sudahlah Nay, segeralah bergegas. Jangan sampai pulang terlalu malam.”

Naya mengangguk dan melambaikan tangan pada temannya. Disusul dengan bunyi pintu tertutup di seberangnya.

Naya menatap pintu itu lamat-lamat, merenungkan banyak sekali hal.

***

“APA YANG KAMU LAKUKAN?” seorang perempuan berteriak kencang. Lengannya dicengkeram kuat lelaki berpakaian militer yang memaksanya harus ikut ke suatu tempat. “Lepaskan tanganku, Fathih! Kubilang lepaskan!” Perempuan tadi berteriak lagi, berusaha melepaskan diri. Tapi percuma, cengkeraman itu terlalu kuat untuk perempuan sepertinya.

“Sudah, kau ikut saja! Jangan banyak berkomentar!” Lelaki lain di belakangnya balas berteriak, mendorong punggung perempuan tadi dengan badan senjatanya. “Menurut saja, atau kau kutembak!”

Perempuan tadi mengerang keras. “Apa bedanya? Bukannya nanti aku tetap kau bunuh??” Ia meludah ke tanah. “Dasar laki-laki biadab! Pengkhianat! Kalian tidak tahu balasan seperti apa yang akan Allah berikan pada kalian?! Neraka Jahannam! Kau dengar tidak?? NERAKA—“

BUK!!

Sebuah bogem mentah melayang di kepalanya sebelum perempuan itu sempat meneruskan kalimatnya. Ia oleng dan terjatuh. Bersungut-sungut membersihkan luka yang mengucur di pelipisnya, bersiap melancarkan kalimat laknat lagi.

BUK!! Sebuah bogem melayang lagi. “Kamu yang biadab, dasar wanita jalang!”

“JOHN! HENTIKAN!” Fathih mendorong badan laki-laki yang sudah bersiap melayangkan sebuah pukulan lagi itu. “Hentikan, JOHN! Jangan di sini, terlalu banyak orang!” Fathih mendesis.

Laki-laki bernama John itu sedikit melangkah mundur. Menatap tajam Fathih. “Kenapa?? Bukannya kita juga biasanya begitu? Memberi pembalasan pada mereka di tengah taman lapang?? Kenapa tidak kita lakukan ini seperti biasanya saja?!”

“Kau tahu persis alasanku.” Fathih menatap sinis John sebelum mencengkeram lagi lengan perempuan tadi. “Dia punya massa yang banyak, John. Kita harus mencari tempat lain!”

John mendengus. “Dia tidak ada apa-apanya! Kau ingat, saat ini kita yang berkuasa! Bunuh saja dia di lapangan Rabiah Adawiya! Tembak saja di sana! Buat apa repot-repot?? Biar dia bergabung bersama bangkai teman-temannya itu! Biar kebusukan mereka semua terpampang nyata di taman lapang!”

“Cepat jalan!” Fathih berseru pada perempuan itu. Mengacuhkan celotehan kasar laki-laki tadi.

Perempuan itu berjalan terseok-seok, berusaha menyeimbangkan tubuhnya. Kepalanya pening sekali karena bogem tadi. Sekujur tubuhnya serasa remuk rendam.

“Dasar pengkhianat.” Ia mendesis lirih.

“Apa?” Fathih menoleh, berusaha mendengar suara perempuan itu lebih jelas.

“Kamu,” perempuan itu mendongakkan kepalanya, menatap tajam Fathih dengan pandangan nanar, “pengkhianat. Kamu pengkhianat, Fathih. Hati-hati dengan tindakanmu ini. Kamu p-e-n-g-k-h-i-a-n-a-t!”

“Diamlah. Ini demi kebaikanmu.” Laki-laki itu kembali berbalik, semakin kencang menarik lengannya.

“Kebaikan??” Perempuan tadi memberontak lagi, berusaha melepaskan cengkeraman di lengannya. “Di mana rasa cinta pada Tuhanmu, Fathih? Kau berubah, Fathih! Sungguh berubah! Apa yang sudah mereka lakukan padamu??  Kemana rasa cinta itu, Fathih?? Kemana??”

“Dan kamu,” perempuan tadi menoleh ke laki-laki di belakangnya, menunjuk-nunjuk dengan tangannya yang bebas, “Kamu tunggu saja balasannya! Setelah ini kami tak akan tinggal diam! Ini bukan perang antara kamu dan aku, ini perang antara kamu dan Tuhanmu! Dasar pengkhianat biadab! Neraka balasannya! Kau dengar itu??! Neraka!! ALLAHU AKBAR!”

BUK!!

DOR! DOR! DOR!




Naya terbangun dengan terengah-engah. Napasnya naik turun. Keringatnya bercucuran. Lagi-lagi mimpi itu.

Ia memegang kepalanya yang sedikit berdenyut. Melirik jam di ruang tengah. 22:00. Sepertinya ia tidak sengaja ketiduran lagi, kecapaian setelah tadi siang seharian meliput berita di Jogjakarta.

Ia bangkit dari sofa, menuju kulkas, meraih sebotol air mineral dingin. Masih memegangi kepalanya. Ini mimpi kedua tentang wanita itu. Siapa dia? Kenapa dia muncul terus di mimpinya?


====penasaran? nantikan lanjutannya ya! ;)
untuk yang ingin memberi saran, atau tambahan, atau kisah/berita tambahan mengenai ini, silahkan posting di kolom komen :) arigatou




Saturday, August 17, 2013

My Mom dan Jilbabnya

Bismillahirrahmanirrahiim..


Postingan kali ini murni hanya curhat biasa ala Sasa, jadi untuk yang nggak berminat boleh skip dari postingan ini ^^


Sudah pernah baca postingan saya yang di sini? Di sana udah sedikit disinggung, kalau saya pakai jilbab memang semenjak kecil. Nah, kali ini saya mau curhat tentang proses berjilbab yang saya alami -- dan juga dialami ibunda saya.

Dulu, waktu kecil, saya pakai jilbabnya ngasal. Adanya apa. Yang penting berjilbab. Kebetulan waktu TK kan memang di TK ABA gitu jadi jilbab udah disediain sama sekolahan. Waktu SD juga begitu, jilbabnya standart jilbab anak-anak; jilbab cemplungan, pendek, ada talinya.

Memasuki SMP, awal-awal kelas satu masih pakai jilbab cemplungan yang pendek. Lalu tahun kedua mulai pakai jilbab paris (jilbab segiempat yang tipis itu) gara-gara terinspirasi sama jilbab seorang teman saya yang rapi. Waktu itu perempuan di angkatan saya (yang jumlahnya hampir 200 orang) yang berjilbab cuma ada dua orang; saya dan teman saya itu.

Waktu itu saya pernah iseng tanya sama ibunda saya yang sedang siap-siap mau berangkat operasi (ibunda saya dokter kandungan yang kece sekali, kapan-kapan saya tulis di postingan khusus ya),
"Bu, kok jilbabnya diikat di leher gitu? Nggak panas?"
Saya heran aja lihat jilbab dililit-lilit di leher, ngeliatinnya kan gerah.

Ibunda saya njawab, "Biar nggak ribet. Daripada ngganggu operasi."
Saya sih ngangguk-ngangguk aja, berhenti tanya, nanti keburu pasiennya yang marah-marah ke saya kan repot.

Lalu ketika masuk dunia SMA, saya baru tau tuh kalau pakai jilbab paris itu harus di dobel. Biar nggak transparan, katanya.

Ribet ya kesannya. Jadi saya mutusin pakai jilbab agak gedhenya ya pakai jilbab cemplungan aja, males ndobel-ndobel.
Lalu teman saya protes, "jilbab cemplungan kan kesannya nggak formal. Masa' acara resmi pakai jilbabnya kayak gitu?"

Wahh tersentil banget lah..
Akhirnya mulai latihan pakai jilbab paris yang di dobel. *dulu masih jarang banget bisa nemuin jilbab tebel macam jilbab Harifa yang saya jual ini :3

Suatu ketika, waktu siap-siap mau ada acara keluarga, saya masih ngelipat-lipat jilbab paris buat didobel. Ibunda saya masuk kamar, ngeliatin saya masang jilbab itu, lalu komentar, "Lha kalo jilbabannya lama banget kayak gitu, pasiennya ibu keburu meninggal semua dong!"

Jederr... Iya juga ya, haha..
Waktu itu saya nggak membenarkan atau menyalahkan, diem aja deh, belum tau mau komentar apa.

Hari demi hari berlalu, tahun demi tahun terlewat,
Saya terus berdoa supaya suatu hari ibunda saya dapat hidayah atau petunjuk buat memanjangkan jilbab..

Sampai tibalah suatu hari dimana saya dilamar sama ikhwan yang sekarang jadi suami saya itu..
Seselesainya kunjungan ikhwan itu dan orangtuanya ke purworejo buat ta'arufan yang pertama kali,
ibunda saya komentar, "Umminya si Ibung itu jilbabannya kayak kamu ya? Emangnya bagus kalau kayak gitu po?"

Kebetulan ummi mertua saya kan memang kader inti di tarbiyah, bisa dibayangin lah ya..

Waktu itu saya senyum. Mencoba nanggepin dengan sedikit bercandaan,
"Iya dong, Bu, bagus kan? Ibu pasti cantik kalau pakai jilbabnya kayak itu tadi."

"Itu jilbabnya nggak perlu di dobel-dobel kayak kamu dulu itu?"

"Enggak dong, Bu, sekarang kan udah banyak yang jualan jilbab segiempat yang tebal."

Ibunda saya cuma manggut-manggut aja. Sedetik. Dua detik. Ibunda saya komentar lagi,
"Kalau gitu besok kamu ajarin ibu pakai jilbab kayak gitu ya!""

Hihihi happy bangett.. Alhamdulillah..


Akhirnya misi doa saya dari dulu-dulu itu kesampaian juga..

Kalau ditanya, apa perubahan besar yang terjadi karena pernikahan saya, ya salah satunya proses berjilbabnya ibunda saya yang tercinta itu.

Kemarin waktu malam idul fitri kan saya di rumah mertua, kami shalatnya di Lapangan Kadipiro. Waktu masih nungguin abah mertua yang menyelesaikan khutbahnya, saya sama ummi mertua sempat mengobrol tentang ini. Ummi bilang kalau seneng saya jadi menantu beliau, karena jadi bisa ngasih contoh ke adek-adek ipar saya. Dan saya akhirnya juga cerita tentang jilbab ibunda saya itu, saya seneng banget punya ummi mertua seperti beliau.

Sekarang bahkan nggak cuma jilbabnya saja yang tambah rapi dan syar'i, ibu pun sudah melengkapi busananya dengan kaos kaki. Walaupun mau operasi sekalipun.

Dan senangnya, pernikahan ini bukan hanya berpengaruh ke jilbab ibunda saya, tapi juga ke pemahaman ibu saya tentang da'wah di profesinya.. Subhanallah sekali pokoknya, luar biasa.

Boleh dibilang sifat wanita yang nggak pingin kalah yang awalnya bisa membuat perubahan besar di jilbab ibunda saya itu. Ibu saya sepertinya nggak mau saya lebih lengket ke ummi mertua, atau gimana, jadinya ibunda saya berusaha menyamai ummi mertua. hehee,, nggak tau juga ding.. ^^

Benar kata mbak murobbi saya dulu, "Kita memang pasti akan bahagia sekali dengan perubahan di keluarga kita yang mengarah ke kebaikan, jadi jangan pernah berhenti berda'wah kepada mereka sesibuk apapun kita. Karna mereka lah prioritas kita, mereka yang paling berhak mendapatkan da'wah dari kita, sebelum orang lain."

Subhanallaah... :")

Ah ya, tadi ada kejadian lucu lagi.
Kemarin waktu ibunda saya nelpon, saya kan sedang ikut aksi #SaveEgypt di nol kilometer itu, ibunda saya kelihatan keberatan. Beliau memang nggak pernah setuju kalau saya ikut aksi-aksi semacam itu. Berbahaya, katanya.

Lalu tadi waktu ditanyain tentang aksi kemarin, saya bilang, "Tau nggak, Bu, yang maju ke atas panggung dan orasi mewakili Salimah? Ummi lho! Ummi kemarin yang maju ke atas panggung, padahal yang lainnya ikhwan-ikhwan gitu. Ummi akhwat sendiri!"

Ibunda saya terdiam... Dan sedetik kemudian,, kami malah udah asyik mbahas tentang aksi itu.
Hihi,, saya jadi senyum-senyum mbayangin, gimana ya kalau besok-entah-kapan ibunda saya juga ikut turun buat aksi semacam itu?

Who knows kan? ^___^

Love you both so much, ibu dan ummi... :')

Smoga akan smakin banyak lagi perubahan baik untuk keluarga kami karena pernikahan ini ya..
Karena menikah itu bukan karena cinta, tapi untuk membangun ummat, membuat peradaban. :)

Monday, August 5, 2013

Lulus Sekolah Ramadhan


Masyaa Allah,, nggak terasa hanya dalam hitungan hari saja Ramadhan akan segera meninggalkan kita,, dan Syawal akan segera menghampiri.. Sedih? Pasti.. Kapan lagi kita akan bertemu dengan bulan penuh berkah, yang bahkan tidur pun bisa mendapat pahala? :(

Nah, mumpung masih tersisa beberapa hari lagi, yuk kita cek sudah sejauh mana kita berprogres di bulan Suci ini.. :)

1. Kedatangan ke Masjid
Biasanya nih ya, orang-orang yang barusan masuk bulan Ramadhan pasti nggak ada yang mau menunda-nunda sholat. Nggak ada lagi deh adzan berkumandang kok masih bengong nggak jelas di rumah. Semuanya serempak-kompak memenuhi shaf-shaf di masjid, bahkan sebelum iqomat pun masjid sudah ramai sampai ke shaf terakhir. 


Nah, sayangnya, pemandangan ini hanya berlangsung di pekan-pekan awal Ramadhan. Sisanya? Cek diri sendiri yuk, "masih semangatkah aku mengisi shaf-shaf di masjid?" :)

2. Interaksi dengan Al Qur'an
Masih ingat dengan target awal di bulan Ramadhan? Ada yang menargetkan khatam beberapa kali, ada yang bersikukuh untuk menghafal sampai beberapa surat Al Qur'an. Nah, sudah hampir selesai nih Ramadhannya, sudah tercapai kah target-target kita itu? Jangan sampai justru sekarang semangatnya sedang loyo ya.. :)

Dalam Al-Quran Allah S.W.T berfirman:

Sesungguhnya telah datang kepada kau cahaya kebenaran (Nabi Muhammad s.a.w) dari Allah dan sebuah Kitab (Al-Quran) yang jelas nyata kebenarannya dengan itu Allah menunjukkan jalan keselamatan serta kesejahteraan kepada sesiapa yang mengikut keredhaanNya dan denganya Tuhan keluarkan mereka dari kegelapan (kufur) kepada cahaya (iman) yang terang benderang dengan izinNya dan dengannya juga Tuhan menunjukkan mereka ke jalan yang betul dan harus.
(Surah Al-Maidah: 14 &15)
Nah, yuk buka lagi Al Qur'annya mumpung pahala masih berlipat-lipat ganda di bulan Suci ini! Mari ditambah lagi halamannya yang dibaca, banyakin lagi ayat-ayat yang dihafalkan, ;)

3. Tingkat Pengelolaan Emosi
Apa saja yang bisa mengurangi pahala ketika berpuasa? Marah? Gosip? Berbohong? Semuanya >,<
Hari-hari terakhir Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk melihat lagi segala peringai kita dalam bertutur kata.. Masih kah kita menjaga lidah dari kesia-sian? Sudahkah kita menjauhi perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri dan bahkan saudara kita? :"

                                       
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan -baik atau buruknya-, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat.” (Muttafaq ‘alaih)
 

4. ZIS (Zakat-Infaq-Shodaqoh)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ramadhan biasanya membuat orang-orang jadi rajiin sekali ke masjid. Entah sholat fardhu, kajian rutin, pengajian masyarakat, buka puasa, sholat tarawih, atau bahkan menghidupkan sepuluh malam terakhir dengan i'tikaf. Semuanya di masjid. Dan hal itu mau-nggak-mau jadi mempersering interaksi orang-orang dengan kotak infaq.

Nah, sudah memasuki hari-hari terakhir Ramadhan dan sebentar lagi masuk bulan Syawal, masih ada kah sifat berbagi di diri kita? Masih semangatkah untuk menyisihkan sedikit rezeki kita untuk orang-orang yang nggak mampu? Yang lebih penting lagi : sudahkah kita membayarkan zakat fitrah? Jangan sampai kita keluar dari bulan Ramadhan dengan melupakan hak-hak orang yang kurang mampu ya.. :)


Pada suatu hari Rasulullah SAW sedang beserta para sahabatnya,
lalu datanglah seorang laki-laki dan bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah Islam itu”?
Nabi menjawab,
"Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, dan engkau dirikan shalat wajib dan engkau tunaikan zakat yang difardhukan, dan engkau berpuasa di bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim dari abu Hurairah).


5. Tingkat Kesabaran
Kita hampir sampai di penghujung target... Apa sih tujuan kita berpuasa tiga puluh hari? Untuk menahan hawa nafsu! Dari apa? Ya dari semua nafsu duniawi : makanan, emosi, syahwat, lisan, dan sebagainya.

Ketika kita berpuasa, yang biasanya bisa makan tiga kali sehari, sekarang makan cuma boleh dua kali, itu pun di pagi buta dan di senja ketika matahari tenggelam. Ketika kita berpuasa, yang biasanya Al Qur'an aja jarang dibuka, eeh seketika itu kita jadi manusia yang getol banget buka Al Qur'an. Yang biasanya sedikit-dikit nggosip, sekarang jadi menutup mulut rapat-rapat. Hehehe, iya kan? :)


Jadi sudah jelas di sini, tujuan akhir dari sekolah ramadhan ini adalah untuk membentuk pribadi muslim-muslim yang tawadhu' terhadap dunia, membentuk muslim yang berkualitas secara jasmani dan rohani.. Pertanyaannya, sudah sepertikah itukah kita sekarang? :""( Yuk, mumpung masih ada waktu, manfaatkan sebaik-baiknya, jangan sampai kita gagal mencapai tujuan-tujuan mulia itu ya! ;)

6. Istiqomah
Gimana? Sudah dicek belum amalan-amalan di atas? Sudah terpenuhi semua kah? Kalau jawabannya "iya" berarti kalian dinyatakan "LULUS" dari sekolah Ramadhan! Selamaaatt... :D

Langkah selanjutnya apa dong? Tentu aja : is-ti-qo-mah!

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”,
kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14)


Jadikanlah ramadhan sebagai medrasah pembentuk karakter dan mental takwa..
Sungguh, Ia adalah training tahunan yang takkan tergantikan,
dan takkan kita dapatkan di bulan selainnya..

Tempaan tiga puluh hari dalam nuansa ibadah dan ruhiyah adalah sesuatu yang mahal harganya,
dan hanya akan kembali lagi setelah sebelas bulan perpisahan..

Ramadhan adalah pelatihan tahunan yang bertujuan menghasilkan muslim yang berbeda,
berbeda secara jasmani apalagi secara ruhani..

...Oleh karena itu setiap ramadhan harus lebih baik dari ramadhan sebelumnya..

Wahai jiwa yang ditempa oleh amaliyah ramadhan,
bukankah seharusnya lebih ringan kita melangkah di bulan lainnya,
karena jiwa dan fisik ini telah tertempa sedemikian rupa di sepanjang bulan mulia ini?

Ini saatnya kita sebenar-benar membersihkan hati bukan?
Just two days left... :"(

Semangat bermuhasabah kawans,, selamat menyambut bulan Syawal dengan jiwa dan hati yang bersih dari segala noda.. Smoga kita semua beruntung menjadi hambaNya yang meninggalkan Ramadhan dengan mengantongi ampunan dari Allah.. aamiin.. :")

*artikel ini didedikasikan untuk lomba artikel Ramadhan, sumber gambar: www.komikmuslimah.blogspot.com

(update) Alhamdulillah artikel ini dapat award dari penyelenggara lomba artikel Ramadhan ^_^