Hujan belum reda.
Seorang gadis muda menatap rinai hujan yang mengalir turun
seperti butiran salju. Ia menempelkan jari-jarinya ke kaca jendela di depannya,
merasakan permukaannya dengan rintik-rintik kecil yang mulai mengaburkannya. Tetesannya terasa jatuh
satu-satu di jendela kantor. Dingin. Sudah beberapa hari ini kota diguyur
hujan, makin lama makin menderas.
“Naya! Kamu ngapain di sana?”
Gadis yang bernama Naya itu menoleh kaget, sejurus kemudian
ia tersenyum pada temannya dari balik tempat kerjanya. “Kerjaanmu sudah
selesai, Kay? Kenapa belum pulang?”
“Kau nggak lihat kalau aku sedang membereskan barang-barangku
untuk pulang?” Temannya tadi tertawa bingung. “Kamu juga segera bersiap lah,
Nay. Cepat selesaikan kerjaanmu, sebelum hujannya semakin deras.”
Naya mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. “Kenapa
nggak berhenti juga ya?” tanyanya sambil lalu.
“Apanya?” temannya tadi menoleh ke arahnya. “Hujannya? Atau
kerjaanmu?”
Naya terkekeh ringan. “Hujannya.”
“Hmm, nggak tahu juga, sedang musimnya mungkin, Nay.” Ia
melanjutkan lagi kegiatan beberesnya. “Lagipula kenapa mendadak kamu jadi
tertarik dengan urusan hujan ini sih, Nay? Bukannya biasanya kamu nggak suka
hujan?”
“Nggak ada apa-apa,” ia mengedikkan bahu. “Cuma heran, kok
dari kemarin hujannya nggak berhenti-berhenti. Justru tambah deras saja.” Seperti dalam mimpiku semalam.
“Sedang ada wanita suci menangis mungkin.”
Gadis itu melanjutkan kalimatnya ketika mendapati Naya
menatapnya bingung. “Kata ibuku, hujan bisa saja menjadi penanda bahwa ada
wanita berhati suci yang sedang menangis. Ketika dia menangis, maka langit juga
akan menurunkan airnya. Entahlah, mungkin itu dongeng lama. Jadi ketika
hujannya nggak berhenti seperti ini, anggap saja seperti tumpahan tangis
perempuan. Entah perempuan mana dan siapa.”
Naya tercekat. Wanita
berhati suci yang menangis. Apakah
ada hubungannya dengan mimpinya semalam?
“Sudahlah Nay, segeralah bergegas. Jangan sampai pulang
terlalu malam.”
Naya mengangguk dan melambaikan tangan pada temannya.
Disusul dengan bunyi pintu tertutup di seberangnya.
Naya menatap pintu itu lamat-lamat, merenungkan banyak
sekali hal.
***
“APA YANG KAMU LAKUKAN?” seorang perempuan berteriak
kencang. Lengannya dicengkeram kuat lelaki berpakaian militer yang memaksanya
harus ikut ke suatu tempat. “Lepaskan tanganku, Fathih! Kubilang lepaskan!”
Perempuan tadi berteriak lagi, berusaha melepaskan diri. Tapi percuma,
cengkeraman itu terlalu kuat untuk perempuan sepertinya.
“Sudah, kau ikut saja! Jangan banyak berkomentar!” Lelaki
lain di belakangnya balas berteriak, mendorong punggung perempuan tadi dengan
badan senjatanya. “Menurut saja, atau kau kutembak!”
Perempuan tadi mengerang keras. “Apa bedanya? Bukannya
nanti aku tetap kau bunuh??” Ia meludah ke tanah. “Dasar laki-laki biadab!
Pengkhianat! Kalian tidak tahu balasan seperti apa yang akan Allah berikan pada
kalian?! Neraka Jahannam! Kau dengar tidak?? NERAKA—“
BUK!!
Sebuah bogem mentah melayang di kepalanya sebelum perempuan
itu sempat meneruskan kalimatnya. Ia oleng dan terjatuh. Bersungut-sungut
membersihkan luka yang mengucur di pelipisnya, bersiap melancarkan kalimat
laknat lagi.
BUK!! Sebuah bogem melayang lagi. “Kamu yang biadab, dasar wanita
jalang!”
“JOHN! HENTIKAN!” Fathih mendorong badan laki-laki yang
sudah bersiap melayangkan sebuah pukulan lagi itu. “Hentikan, JOHN! Jangan di
sini, terlalu banyak orang!” Fathih mendesis.
Laki-laki bernama John itu sedikit melangkah mundur.
Menatap tajam Fathih. “Kenapa?? Bukannya kita juga biasanya begitu? Memberi
pembalasan pada mereka di tengah taman lapang?? Kenapa tidak kita lakukan ini
seperti biasanya saja?!”
“Kau tahu persis alasanku.” Fathih menatap sinis John
sebelum mencengkeram lagi lengan perempuan tadi. “Dia punya massa yang banyak,
John. Kita harus mencari tempat lain!”
John mendengus. “Dia tidak ada apa-apanya! Kau ingat, saat
ini kita yang berkuasa! Bunuh saja dia di lapangan
Rabiah Adawiya! Tembak saja di sana! Buat apa repot-repot?? Biar dia bergabung
bersama bangkai teman-temannya itu! Biar kebusukan mereka semua terpampang
nyata di taman lapang!”
“Cepat jalan!” Fathih berseru pada perempuan itu.
Mengacuhkan celotehan kasar laki-laki tadi.
Perempuan itu berjalan terseok-seok, berusaha
menyeimbangkan tubuhnya. Kepalanya pening sekali karena bogem tadi. Sekujur tubuhnya serasa remuk rendam.
“Dasar pengkhianat.” Ia mendesis lirih.
“Dasar pengkhianat.” Ia mendesis lirih.
“Apa?” Fathih menoleh, berusaha mendengar suara perempuan itu lebih jelas.
“Kamu,” perempuan itu mendongakkan kepalanya, menatap tajam
Fathih dengan pandangan nanar, “pengkhianat. Kamu pengkhianat, Fathih.
Hati-hati dengan tindakanmu ini. Kamu p-e-n-g-k-h-i-a-n-a-t!”
“Diamlah. Ini demi kebaikanmu.” Laki-laki itu kembali berbalik, semakin
kencang menarik lengannya.
“Kebaikan??” Perempuan tadi memberontak lagi, berusaha
melepaskan cengkeraman di lengannya. “Di mana rasa cinta pada Tuhanmu, Fathih?
Kau berubah, Fathih! Sungguh berubah! Apa yang sudah mereka lakukan
padamu?? Kemana rasa cinta itu, Fathih?? Kemana??”
“Dan kamu,” perempuan tadi menoleh ke laki-laki di
belakangnya, menunjuk-nunjuk dengan tangannya yang bebas, “Kamu tunggu saja
balasannya! Setelah ini kami tak akan tinggal diam! Ini bukan perang antara
kamu dan aku, ini perang antara kamu dan Tuhanmu! Dasar pengkhianat biadab!
Neraka balasannya! Kau dengar itu??! Neraka!! ALLAHU AKBAR!”
BUK!!
DOR! DOR! DOR!
Naya terbangun dengan terengah-engah. Napasnya naik turun.
Keringatnya bercucuran. Lagi-lagi
mimpi itu.
Ia memegang kepalanya yang sedikit berdenyut. Melirik jam
di ruang tengah. 22:00. Sepertinya ia tidak sengaja ketiduran
lagi, kecapaian setelah tadi siang seharian meliput berita di Jogjakarta.
Ia bangkit dari sofa, menuju kulkas, meraih sebotol air
mineral dingin. Masih memegangi kepalanya. Ini
mimpi kedua tentang wanita itu. Siapa
dia? Kenapa dia muncul terus di mimpinya?
====penasaran? nantikan lanjutannya ya! ;)
untuk yang ingin memberi saran, atau tambahan, atau
kisah/berita tambahan mengenai ini, silahkan posting di kolom komen :) arigatou
Lanjutkan!
ReplyDeleteiya, siap. terimakasih. :)
DeleteAssalamualaikum Wr.Wb
ReplyDeleteSalam kenal dari Jakarta ukh Annisa. Ana suka tulisan" anti di blog. Ditunggu kelanjutan ceritanya :))
wa'alaykumussalaam warrahmatullah wabarokatuh
Deletesalam kenal kembali. :D
insyaaLLoh, syukron. :)