Bismillaah....
Kalau boleh memilih, saya sebenernya lebih memilih untuk mengerjakan tugas dibanding menulis tentang ini.. Atau melanjutkan tulisan saya tentang pola makanan kemarin mungkin, hehe. Tapi mumpung lagi dibahas, jadi saya ingin menulis sedikit saja terkait kejadian yang sedang ramai dibicarakan sekarang...
Beberapa minggu lalu, saat saya selesai ujian dan melewati loby kedokteran untuk menuju tempat parkir, ternyata di depan loby kedokteran sedang ramaai sekali, ada banyak orang di sana, membawa berbagai macam spanduk, pengeras suara, dan sebagainya. Saya tanya ke teman-teman saya yang kebetulan juga sedang menonton orang-orang itu, "Ada apa sih?"
Teman saya waktu itu hanya menjawab, "Anak-anak dari fakultas *piiiip* lagi pada demo."
"Kok di gedung kita demonya?"
"Iya, mereka demo nya ke kita."
Dan singkat cerita, saya tau alasan mereka demo itu apa. Dan singkat cerita lagi, sebenernya bukan anak kedokteran yang salah, jadi saya juga nggak ngerti kenapa mereka ngotot menuntut kita.
Lalu saya iseng tanya ke teman saya yang lain, yang termasuk mahasiswa 'aktif' di kampus. "Nggak ikut demo? Tuh, sana, demo balasan ke mereka."
Dia melengos, "kurang kerjaan banget. Kayak kita nggak ada kerjaan lain aja. Ngatur jadwal kuliah aja udah belibet gini, ngapain demo-demo segala."
Hehehe... karakteristik mahasiswa kedokteran ya, nggak pernah demo yang nggak penting, mendingan ngurusin kuliah.
Sampai akhirnya beberapa hari ini ada sebuah kasus yang mencuat di kalangan para dokter : kriminalisasi terhadap dokter Ayu dkk, begitu judulnya.
Kasus yang sebenarnya sudah selesai bertahun lalu, tiba-tiba diungkit lagi dan tiba-tiba juga dokter ayu dkk dipenjarakan.
Belum selesai masalah kesalahpahaman itu, sudah muncul berbagai komentar pedas terhadap dokter dari berbagai kalangan, dan bahkan dari pihak *atas*.
Efek kasus ini ternyata sebegitu luar biasanya. Di rumah sakit para dokter mulai memasang pita hitam di jas dokternya, menunjukkan keprihatinan terhadap kasus dokter Ayu. Di kampus saya, yang biasanya adem ayem ngelab dan ngeperpus, sekarang bahkan hampir seminggu tiga kali kami aksi, mengenakan pakaian hitam-hitam sebagai bentuk keprihatinan. Sampai kemudian diambil lah keputusan mengenai liburnya pelayanan di rumah sakit kecuali untuk kegawatdaruratan. (Ibunda saya cerita bahwa beliau mendapat surat tugas resmi langsung dari POGI terkait dengan liburnya pelayanan tersebut)
Sore ini, ketika menyetel metro TV, kebetulan pas ditayangkan mengenai para dokter yang menangis ketika menjenguk dokter Ayu di penjaranya... Semuanya prihatin dan ikut mendoakan dokter Ayu supaya bisa segera terselesaikan kasusnya.
Banyak yang mencerca, lebih banyak yang menghina, walaupun tidak sedikit yang mendukung tindakan ini. Jika ada yang bertanya-tanya, "Kenapa sih sampai segitunya banget? Kenapa pakai aksi segala macem?"
Kalau boleh milih ya,,,,, pasti nggak ada deh yang seneng buat melakukan aksi seperti ini..... beneran.
Tapi kenapa? Karena, yang seriing tidak diketahui oleh orang-orang lain, ikatan persaudaran kedokteran itu sangat kuat.... Benar-benar sangat kuat...
Sejak masih di tingkat mahasiswa (seperti saya ini) kami sudah berkegiatan dan beraktivitas di bawah naungan nama ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) yang kemudian bercabang menajadi Senat, Badan Penelitian, Forum Da'wah, Tim Bantuan Medis, dan lain sebagainya. Minimal setahun sekali kami selalu bertemu dalam agenda nasional, mempertemukan kami dengan seluruh mahasiswa kedokteran se Indonesia, dengan beragam kegiatan sesuai cabangnya (temu nasional, penelitian nasional, musyawarah nasional, meeting nasional, pelatihan gabungan, dan lain-lain). Itu minimal. Maksimal, ada yang berapa bulan sekali mengadakan meeting nasional, apalagi kalau bukan untuk bekerja bersama-sama untuk acara atau kegiatan-kegiatan kedokteran.
Ketika lulus dari sarjana, ketika kelak kami tergabung dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) pun kami akan melakukan hal yang sama. Kami harus saling berkolaborasi, saling berdiskusi, saling memberikan materi atau masukan, dan lainnya. Sangat banyak sekali pertemuan yang harus dilakukan untuk sekedar meningkatkan kualitas dokter dalam melayani pasien, karna pendidikan kedokteran tidak akan berhenti ketika kami disumpah. Tapi sepanjang hayat kami tidak akan pernah berhenti belajar dan mengupgrade diri.
Ibunda saya bahkan kadang masih tidur dengan ditemani berbagai buku tebal, padahal beliau sudah lulus dari sub-spesialis obsgin fetomaternal. Jangan tanya bagaimana berantakannya meja belajar saya
Nah, ringkasnya, meskipun memang miris ketika melihat banyak pasien yang jadi mengeluhkan karena tidak adanya dokter,,, tapi saya bisa mengerti perasaan para dokter itu... apalagi yang tergabung di POGI (Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia), betapa sedihnya perasaan mereka ketika temannya sejawatnya sendiri, sahabat berdiskusi mereka selama ini, sekarang terjerat penjara yang bahkan segala tuduhan dari keluarga pasien sudah terbantahkan dengan bukti-bukti dari tim forensik..
Ibaratnya ya,,,, keluarga kedokteran itu sudah seperti satu tulang satu daging satu darah.... Sudah seperti satu tubuh, dimana ketika ada salah satu bagian yang disakiti maka bagian yang lain tidak akan tinggal diam..
Harapan saya hanyalah,,, smoga permasalahan ini bisa segera terselesaikan,, tanpa ada pihak yang terdzolimi...
Ingat, dokter itu bukan Tuhan..
Ingat, dokter itu bukan Tuhan..
Dan kalau mau jahat (ini ide suami saya), karena dokter itu penjual jasa, seperti penjual jasa yang lain tentu saja mereka juga punya hak untuk memilih mau kerja dan mau libur kapan, mau menangani pasien atau tidak. Hanya saja, tentu, para dokter tersebut tetap tidak akan tega dan tidak kuat untuk menelantarkan pasien.. Ibunda saya saja tetap praktik dan keep in touch dengan koas-koas atau perawat untuk menanyakan status pasien kok..
Yuk saling menghargai profesi masing-masing,